EKBIS.CO, AUCKLAND -- Negara anggota persemakmuran Inggris, Selandia Baru, mulai melirik pangsa pasar wisatawan Muslim dunia. Sejumlah paket wisata yang mengakomodasi wisatawan Muslim, khususnya yang berasal dari Indonesia, mulai ditawarkan oleh agen travel di negeri kiwi ini. Apalagi, sektor pariwisata Selandia Baru terus tumbuh positif, terlebih setelah keindahan alamnya kerap diekspos di film-film Hollywood, seperti trilogi The Lord of The Rings yang terkenal.
Pemerintah Selandia Baru mencatat, jumlah kunjungan wisatawan asing tumbuh sembilan persen pada 2017 lalu menjadi 3,6 juta orang, dibanding tahun sebelumnya. Dari angka tersebut, 24 ribu orang di antaranya adalah wisatawan asal Indonesia yang tumbuh 22 persen dibanding 2016. Dari angka statistik tersebut bisa terlihat bahwa Selandia Baru mulai dilirik oleh wisatawan yang berasal dari belahan dunia lain, termasuk wisatawan Muslim Indonesia.
Selandia Baru memang serius dalam menggarap pasar Muslim ini. Contoh sederhana, petunjuk mengenai wisata halal bisa dengan mudah didapat di situs resmi pariwisata Selandia Baru. Melalui situs ini, wisatawan bisa memperoleh panduan untuk menemukan kuliner halal dan jenis-jenis masakan yang ditawarkan.
Di Selandia Baru, restoran yang menyajikan masakan halal dibagi ke dalam beberapa 'jenis'. Jenis pertama adalah restoran yang memiliki sertifikat dari Federation of Islamic Associations of New Zealand (FIANZ). Kedua, restoran yang dimiliki oleh seorang Muslim dan pemiliknya menjamin bahwa masakan yang disajikan halal. Ketiga, restoran yang menawarkan menu-menu bagi vegetarian. Di restoran vegetarian, meski tidak secara tegas menyebutkan menunya halal, namun seluruh menu yang disajikan hanya masakan bagi vegetarian saja.
Salah satu pengusaha yang terjun di bisnis pariwisata di Selandia Baru, Syarief Thalib, mengungkapkan sejumlah agen perjalanan memang mulai serius menyambut wisatawan Muslim. Pemilik penyedia jasa perjalanan Kia Ora Tour Ltd ini mengaku, sejak awal banyak wisatawan Muslim khususnya dari Indonesia yang meminta secara khusus diantar ke restoran halal, masjid, dan tempat menarik lainnya yang 'ramah' bagi Muslim. Bahkan tak jarang agen umrah menghubungi dirinya untuk disediakan jadwal perjalanan ke Selandia Baru.
"Apalagi sektor pariwisata di Selandia Baru mulai mengungguli industri peternakan dan perkebunan. Sekarang, industri ini menggeliat dan kami mengambil peluang," kata Syarief yang memilih menetap di Auckland, ibu kota Selandia Baru.
Syarief juga membuka peluang kerja sama bagi agen perjalanan di Indonesia yang menawarkan tur ke Selandia Baru. Menurutnya, Selandia Baru menjadi salah satu pilihan menarik bagi wisatawan Muslim yang ingin menjajal kehidupan di negara empat musim. Apalagi, lanjutnya, sebagai negara yang meraup keuntungan dari ekspor daging sapi ke negara-negara Muslim, Selandia Baru paham bagaimana menyajikan produk makanan yang halal.
Sementara itu, Ketua Tim Percepatan Pengembangan Pariwisata Halal Kementerian Pariwisata, Riyanto Sofyan, menilai tantangan terbesar bagi Indonesia dalam menyajikan menu wisata halal adalah variasi produk yang masih minim. Indonesia, lanjutnya, masih menyediakan paket wisata halal yang 'standar' dibanding dengan negara-negara lain, termasuk Selandia Baru. Padahal Indonesia memiliki peluang lebih besar untuk menciptakan paket-paket wisata berlandaskan wisata halal yang lebih menarik.
"Jadi kalau menurut saya, kalau kita mau memenangkan ini harusnya punya inovasi produk, yang negara lain ngga ada," katanya.
Ia mengambil contoh, wisatawan Muslim dari luar negeri berharap menemukan destinasi wisata yang 100 persen halal. Riyanto masih ingat ketika mengantar satu rombongan wisatawan Muslim dari Rusia ke Pantai Santan di Banyuwangi, Jawa Timur yang diklaim sebagai pantai syariah. Meski disebut pantai syariah, fakta di lapangan didapati bahwa pengunjung masih bebas masuk, baik perempuan atau laki-laki.
"Tidak ada pemisahan antara laki-laki dan perempuan. Jadi sama saja. Kebanyakan kita masih semacam pencitraan yang belum sepenuhnya halal. Mereka ini nyari yang benar-benar syariah," kata Riyanto.
Meski begitu Riyanto menyadari pengembangan wisata halal memang butuh waktu. Ia mengungkapkan, branding wisata halal terbukti mampu mendongkrak jumlah kunjungan wisata ke sebuah tempat yang mengangkat sisi wisata halal. Lombok misalnya, mencatatkan pertumbuhan jumlah kunjungan wisata hingga 50 persen dalam kurun waktu satu tahun setelah mulai mempromosikan branding wisata halal.
"Pada waktu yang sama, turis dari Eropa dan Australia yang nonmuslim pun masih mau datang. Jadi jangan takut dengan branding wisata halal ini," katanya.