EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong percepatan pembangunan kawasan industri Teluk Bintuni, Papua Barat. Dalam acara Market Sounding Pengembangan Kawasan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni, Senin (24/9), langkah yang akan dilakukan adalah melalui skema kerja sama Permerintah dan Badan Usaha (KPBU). Skema ini lazim disebut Public Private Partnership (PPP).
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menjelaskan, fokus pemerintah terhadap kawasan industri Teluk Bintuni yakni menjadikannya sebagai daerah pengembangan industri petrokimia. "Apalagi, ini telah menjadi proyek strategis nasional," katanya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Senin (24/9).
Kawasan industri ini akan berperan penting untuk memajukan industri di Indonesia, termasuk juga memperdalam struktur manufakturnya. Pembangunan kawasan industri Teluk Bintuni sejalan pula dengan program prioritas pemerintah dalam memacu pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan industri di luar Jawa sehingga terjadi pemerataan ekonomi yang inklusif.
Airlangga memastikan, Teluk Bintuni mempunyai prospek yang cukup besar untuk pembangunan wilayah industri. Sebab, daerah ini memiliki sumber daya alam yang potensial. Wilayah Teluk Bintuni diperkirakan terdapat cadangan gas bumi mencapai 23,7 triliun kaki kubik (TCF).
Pabrik petrokimia yang akan berada di kawasan industri Teluk Bintuni nanti menjadi salah satu sumber penghasilan daerah tersebut dan menjadi jangkar pertumbuhan pabrik-pabrik downstream lainnya.
Rencana pengembangan awal kawasan industri Teluk Bintuni adalah seluas 50 hektare (Ha) dari 200 Ha lahan yang akan dibebaskan. Dari luas 50 Ha tersebut, bakal dikembangkan anchor industry berupa pabrik metanol dengan dukungan komitmen ketersediaan gas oleh BP Tangguh Tahap I sebesar 90 MMSCFD di tahun 2021 dan Tahap II sebesar 90 MMSCFD di tahun 2026.
Sementara itu, sisa cadangan lahan dapat digunakan untuk tahap III sebesar 176 MMSCFD dari Genting Oil dan potensi industri lain yang bisa dikembangkan. "Nilai total CAPEX pengembangan kawasan industri tersebut diperkirakan sebesar Rp 1,7 triliun," kata Airlangga.
Airlangga berharap, Kawasan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni akan berkembang seperti kawasan industri petrokimia yang sudah berkembang pesat saat ini. "Sebagai contoh, kawasan industri petrokimia di Bontang, Kalimantan Timur, yang merupakan klaster industri petrokimia pertama yang sudah berjalan lebih dari 30 tahun," ujarnya.
Hingga saat ini, telah terdapat lima industri petrokimia yang berada di kawasan Kaltim Industrial Estate (KIE) Bontang dengan menghasilkan komoditas yang beragam, antara lain amoniak, pupuk urea, metanol, dan amonium nitrat.
Airlangga optimistis, kehadiran industri petrokimia di Teluk Bintuni sebagai sektor hulu akan dapat memenuhi kebutuhan bahan baku metanol dalam negeri. Selain itu, mengurangi ketergantungan impor bahan baku tersebut dan memacu pertumbuhan industri hilir lainnya yang memberikan nilai tambah lebih besar terhadap perekonomian nasional.