EKBIS.CO, PADANG -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuka peluang pembentukan perusahaan efek daerah (PED). Hal ini dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah serta mengakselerasi ekonomi dan pemerataan jumlah investor.
"Hampir sama dengan perusahaan efek nasional, perusahaan efek daerah juga bisa menawarkan produk-produk perusahaan efek hingga pembukaan rekening efek," kata Deputi Direktur Pengembangan Kebijakan Transaksi Lembaga Efek dan Manajemen Krisis Pasar Modal OJK Arif Safarudin Suharto di Padang, Sumatera Barat, Rabu (26/9).
Menurutnya, pengembangan perusahaan efek daerah dilatarbelakangi masih rendahnya tingkat inklusi dan tingkat pemahaman mengenai Pasar Modal Indonesia, yang tercermin dari terbatasnya jumlah investor Pasar Modal dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia.
Dari total penduduk Indonesia sekitar 262 juta jiwa pada akhir 2017, baru sekitar 1,3 juta jiwa atau 0,49 persen yang telah memanfaatkan pasar modal sebagai sarana investasi. Ia berharap perusahaan efek daerah dapat meningkatkan literasi dan inklusi pasar modal di daerah hingga mencegah investasi bodong yang sebagian besar terjadi di daerah.
Arif menuturkan, layanan yang dapat diberikan PED berupa pelayanan masyarakat untuk investasi di pasar modal antara lain transaksi saham, bertindak sebagai agen penjual reksa dana, obligasi maupun produk pasar modal lainnya. Selain itu dalam memberikan layanan transaksi saham di bursa efek, perusahaan efek daerah bekerja sama dengan anggota bursa hingga mengadministrasikan rekening efek nasabah.
Dalam kesempatan sama Kepala Grup Penelitian, Pengaturan, dan Pengembangan Pengawasan Terintegrasi OJK, Gonthor R Aziz mengatakan OJK berencana menerbitkan Peraturan OJK (POJK) terkait Perusahaan Efek Daerah (PED) sebelum akhir tahun 2018. Aturan ini memberi ruang lebih luas bagi investor di daerah untuk mengakses pasar keuangan.
Nantinya, sebuah PED bisa bekerja sama dengan anggota bursa dan kliring untuk beroperasi di daerah. PED juga dianggap sebagai upaya penetrasi pasar keuangan ke daerah-daerah yang sebelumnya belum terjangkau literasi mengenai pasar modal.
Selain itu, jelas Gonthor, masyarakat di daerah nantinya bisa dengan mudah berperan sebagai investor, dengan cara membuka rekening di PED yang didirikan di daerah. Berbeda dengan perusahaan efek non-anggota bursa yang tak bisa nerima nasabah, PED diberi wewenang untuk menerima nasabah.
"Filosofinya, perusahaan efek ini dimiliki oleh putra daerah dan dimanfaatkan oleh investor daerah," kata Gonthor.
Demi menjangkau nasabah lebih luas, PED diberi izin untuk menjalin kerja sama dengan Agen Perantara Pedagang Efek berupa Lembaga Jasa Keuangan lainnya maupun perseorangan di daerah. Contoh sederhana, PED di Sumatra Barat bisa bekerja sama dengan Bank Nagari sebagai Bank BPD setempat untuk mengjangkau calon investor di daerah.
OJK akan membagi PED ke dalam tiga kategori berdasarkan modal kerja yang disetor. kategori pertama adalah PED dengan modal disetor minimal Rp 7,5 miliar. PED level 1 ini dapat melayani transaksi efek dan melakukan pemasaran efek untuk kepentingan perusahaan efek lain.
Kategori kedua, PED dengan modal disetor minimal Rp 15 miliar. Level ini, PED dapat melayani transaksi efek, melakukan pemasaran efek, serta aktivitas pembiayaan transaksi efek asal sumber dananya bukan berasal dari utang (milik sendiri).
Sementara PED kategori ketiga wajib memiliki modal disetor minimal Rp 30 miliar. Pada level ini, PED bisa melakukan layanan yang dilakukan kategori 1 dan 2, ditambah kemampuan melakukan pembiayaan transaksi dengan modal dari perbankan.
"Dari sisi pelaporan, level 1 dan 2 tak perlu laporkan modal kerja setiap hari. Kami juga berikan relaksasi mengenai outsourcing. PED bisa outsource beberapa fungsi seperti pembukuan dan kustodian," jelas Arif.