EKBIS.CO, JAKARTA -- BNI Syariah menggencarkan program sosialnya yang bertajuk Wakaf Hasanah. Direktur Bisnis BNI Syariah, Dhias Widhiyati, mengatakan BNI Syariah menjadi bank syariah pertama yang mengeluarkan program yang mendukung pemberdayaan sosial melalui optimalisasi wakaf.
"Wakaf Hasanah ini memiliki tagline bahwa 'Harta Bisa Dibawa Mati'," kata dia, Rabu (26/9).
Wakaf Hasanah merupakan cara pembayaran wakaf yang dikelola lebih modern. Fokus pada pengumpulan wakaf tunai yang juga sah dalam syariat Islam.
Dana-dana tersebut kemudian disalurkan untuk tujuan produktif. Hingga saat ini, ada 18 lembaga Nazhir yang bekerja sama dengan Wakaf Hasanah BNI Syariah. Beberapa di antaranya seperti Yayasan Rumah Zakat, Global Wakaf, Yayasan Dompet Dhuafa, Badan Wakaf Indonesia, dan Yayasan Pesantren Al-Azhar.
"Untuk mengembangkan ini, kami terus membangun kerja sama dengan sejumlah pihak, berkolaborasi itu adalah kuncinya," kata Dhias.
Total wakif yakni 6.473 dan total dana kelolaan yakni Rp 6,73 miliar dengan total 37 proyek wakaf produktif. Proyeknya tersebar di bidang lingkungan, pendidikan, pemberdayaan sumber daya manusia, pembangunan dan panti sosial.
Pengelolaan wakaf atau dana sosial lain oleh perbankan syariah memang menjadi potensi yang masih harus dikembangkan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mendorong hal ini untuk tujuan memperbesar peran perbankan syariah dalam perekonomian.
Pengamat ekonomi syariah Universitas Indonesia, Yusuf Wibisono, mengatakan ekspansi perbankan syariah di ranah sosial berarti positif. Namun, perbankan sebaiknya perlu membatasi diri hanya pada penghimpunan dan pengelolaannya.
"Sementara untuk pendayagunaan bisa diserahkan pada lembaga filantropi atau institusi yang sudah ada," kata dia pada Republika.co.id.
Yusuf sepakat bahwa perbankan syariah harus lebih agresif lagi untuk pengumpulan dana sosial agar sepenuhnya melalui perbankan syariah. Sebab saat ini, pengumpulan dana masih tidak melalui sistem perbankan sehingga sulit terpantau.
Dana-dana tersebut tidak dikelola secara terorganisir melalui sistem formal. Masyarakat bersedekah, infaq, zakat dan wakaf langsung pada penerimanya, tanpa ada pengelolaan secara terorganisir.
Yusuf mendorong agar penyaluran dana-dana ini bisa sepenuhnya melalui sektor perbankan syariah agar lebih teratur. Dana sosial yang melalui sistem formal ini diperkirakan masih hanya 10-15 persen dari total potensi yang ada.
"Perbankan syariah memang harus lebih agresif dalam penghimpunan dan pengelolaan, namun tidak untuk pendayagunaan dan pendistribusian karena itu bukan kompetensinya," kata dia.
Potensi dana sosial ini, tambah Yusuf pasti sangat besar mengingat jumlah penduduk Muslim Indonesia. Diperkirakan lebih dari 80 persen dana masih berputar di luar sistem. Potensinya pun akan cukup signifikan untuk membesarkan perekonomian syariah.