Jumat 05 Oct 2018 06:09 WIB

Bahan Baku, Keunggulan Industri Makanan dan Minuman ASEAN

Keunikan cita rasa ASEAN turut menjadi keunggulan dalam industri makanan dan minuman.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Friska Yolanda
Industri Mamin Penopang PDB. Aneka macam produk makanan dan minuman ditawarkan kepada pembeli di ritel swasta, Jakarta, Kamis (14/12).
Foto: Republika/ Wihdan
Industri Mamin Penopang PDB. Aneka macam produk makanan dan minuman ditawarkan kepada pembeli di ritel swasta, Jakarta, Kamis (14/12).

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Direktur Asosiasi Sains dan Teknologi Makanan Thailand (FoSTAT) Anadi Nittihamyong menjelaskan, industri makanan dan minuman ASEAN mampu terus bersaing dengan negara lain. Sebab, ASEAN memiliki keunggulan bahan baku, baik itu dari segi kuantitas ataupun kualitas.

Anadi mengatakan, kebanyakan negara di ASEAN dikenal sebagai agriculture based country. Dari data yang ada, luas lahan pertanian mencapai 30 persen dari total luas lahan di kawasan ASEAN. Angka ini dapat menyebabkan peningkatan produksi secara bertahap karena investasi teknologi.

Sebagian besar pertanian ASEAN terkonsentrasi pada produksi beras. Pangsa nilai kotor beras dari total produksi pertanian sangat bervariasi, termasuk 25 persen di Filipina hingga 60 persen di Kamboja. "Kondisi ini menjadi indikator bahwa keberlanjutan produk kami lebih terjamin dibanding dengan negara lain," ucap Anadi dalam ASEAN Food and Beverage Conference di acara Food Ingredients Asia di Jakarta, Kamis (4/10).

Selain itu, Anadi menambahkan, keunikan cita rasa ASEAN turut menjadi keunggulan dalam industri makanan dan minumannya. Kini, egg salted atau telur asin menjadi tren yang sedang naik di Asia hingga Amerika dan Eropa. Beberapa negara seperti Indonesia yang mampu memproduksi telur asin diuntungkan dengan tren tersebut.

Sementara itu, Direktur Asosiasi Teknologi Pangan Filipina (PAFT) Lotis Fransisco menjelaskan, ASEAN juga mampu mengikuti tren masyarakat yang mulai bergeser ke gaya hidup sehat dengan komoditasnya. "Misal, gula rafinasi bisa diganti dengan buah-buahan yang manis. Buah-buahan di ASEAN melimpah dan dapat dimanfaatkan sebagai substitusinya," tuturnya.

Tidak hanya dari segi sumber daya alam, ASEAN juga unggul dalam hal inovasi dan dukungan pemerintah. Lotis menjelaskan, pemerintahnya sudah membuat program lima tentang prioritas produk yang harus dikembangkan. Pengembangan teknologi pun kini terus terjadi, termasuk dengan program transfer teknologi dari perusahaan besar ke industri kecil dan menengah (IKM).

Direktur Institut Teknologi Pangan Malaysia Koh Yew Ming mengatakan, dengan segala perkembangan yang ada di ASEAN, wajar apabila ASEAN semakin diperhitungkan di pasar global terkait industri makanan dan minumannya. Ia optimistis, negara ASEAN dapat mempertahankan posisinya di tengah persaingan dan kondisi ekonomi global yang pasti berpengaruh ke industri.

Tapi, Koh menambahkan, negara-negara ASEAN tetap harus meningkatkan kemampuannya. Khususnya, untuk meningkatkan penggunaan sumber daya alam lokal sebagai bahan baku. "Perusahaan juga harus tahu bagaimana membuat bahan baku yang lebih aman dan ramah lingkungan. Ini seiring preferensi masyarakat global," katanya.

Sementara itu, Dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Azis Boing Sitanggang mengatakan, Indonesia harus fokus terhadap raw material atau bahan baku mentah untuk mampu bertahan di persaingan. Saat ini, bahan baku Indonesia masih kalah saing dengan negara ASEAN, termasuk Thailand.

Salah satu penyebabnya adalah luasan lahan petani yang terbatas, sehingga mereka hanya menanam tanpa pertimbangan ekonomis dan kebutuhan pasar. "Mereka hanya bisa menanam sesuka mereka, tidak memiliki standardisasi. Kalau itu masuk ke perusahaan, perusahaan tidak bisa menerimanya," ujar Azis.

Azis menambahkan, bahan baku memiliki peranan lebih penting dibanding dengan pengolahan pangan. Sebagus apapun sistem pengolahan, apabila raw material yang diolah jelek, hasilnya tidak akan bisa diupgrade. Sebaliknya, ketika bahan baku sudah bagus, bagaimanapun sistem pengolahannya akan dapat terjaga kualitasnya.

Menurut Azis, kebijakan pemerintah untuk menggenjot sertifikasi menjadi pilihan tepat untuk mengantisipasi permasalahan ini. Sebab, sertifikasi membuat lahan petani tetap terjaga dari pihak lain. "Dengan begitu, mereka dapat memenuhi kebutuhan industri secara kuantitas dan kualitas," ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement