REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA -- Rupiah ditutup melemah di posisi 15.182 per dolar AS pada Jumat (5/10). Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), rupiah melemah 49 poin dibanding Kamis pada level 15.133 per dolar AS.
Baca Juga:
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga tidak berhasil mencapai garis hijau. IHSG ditutup melemah tujuh poin pada level 5.731 dari pembukaan 5.738. Tekanan ini dinilai karena faktor eksternal.
Sejumlah saham utama juga mengalami penurunan. Penutupan saham LQ45 minus 0,71 persen, IDX30 di level minus 0,78 persen. Saham-saham syariah pun mengalami penurunan rata-rata 0,80 persen.
Analis Reliance Sekuritas Indonesia Lanjar Nafi mengatakan tekanan terjadi secara menyebar. Menurut dia, mengakhiri pekan mayoritas indeks saham Asia ditutup tertekan.
Indeks Nikkei (-0,80 persen), TOPIX (-0,47 persen), dan Hang Seng (-0,19 persen) ditutup melemah pada zona negatif seiring kenaikan imbal hasil AS. Juga, saham-saham tekonolgi menekan setelah kabar Cina menyusup ke perusahaan AS dengan peretasan perangkat keras.
IHSG ditutup melemah 24,68 poin ke level 5.731.94 dengan sektor properti (turun -1,57 persen) dan aneka industri (-1,34 persen) menjadi pemimpin pelemahan. Faktor rupiah yang terdepresiasi kembali diakhir pekan hingga sempat menyentuh 15.194 diawal sesi perdagangan menjadi trigger utama.
"Data cadangan divisa turun di bawah ekspektasi 114,8 miliar dolar AS dari 117,9 Miliar dolar AS menurunkan tingkat kepercayaan investor terhadap pertahanan pemerintah untuk menahan depresiasi rupiah kedepan," kata Lanjar.
Lanjar mengatakan secara teknikal pergerakan IHSG membentuk pola terkonsolidasi dan tren pergerakan bearish jangka menangah. Meskipun demikian potensi reversal jangka pendek hingga technical rebound memiliki peluang cukup besar.
Sehingga, kata dia, diperkirakan IHSG akan bergerak mencoba menguat diawal pekan dengan rentan pergerakan 5.705-5.820. Saham-saham yang masih dapat dicermati pada pekan depan diantaranya ANTM, BBNI, BBRI, BDMN, BMRI, INCO, INTP, LSIP, KLBF, BRPT, INKP, PTRO, UNVR.
Menurut Bank Indonesia, posisi cadangan devisa Indonesia cukup tinggi meski lebih rendah dibandingkan pada akhir Agustus 2018. Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,5 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Penurunan cadangan devisa pada September 2018 terutama dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.