EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) I Ketut Diarmita menyarankan peternak membentuk kelompok ekonomi agar lebih berdaya saing dan punya posisi tawar dalam mengembangkan usahanya. Hal tersebut dinilai penting untuk mengatasi penurunan harga telur ayam ras di tingkat peternak karena kelebihan pasokan, serta keluhan biaya produksi yang tinggi akibat harga bibit ayam (Day Old Chick/DOC) dan pakan yang tinggi.
Guna mencari akar persoalan dan solusi, I Ketut bersama beberapa direkturnya sudah turun langsung ke sentra produsen ayam petelur terbesar di Jawa Timur yakni Kabupaten Blitar untuk berdialog dengan peternak, pada Senin (1/10) lalu. Dalam dialog yang berlangsung di Pendopo Kabupaten Blitar tersebut, sekitar 140 peternak melakukan dialog langsung dan mengeluhkan penurunan harga telur ditingkat peternak karena kelebihan pasokan, padahal pada saat yang sama biaya produksi yang tinggi akibat harga DOC dan pakan yang tinggi.
"Kami sarankan agar para peternak bersatu dalam wadah koperasi. Hal ini untuk memudahkan kami dalam memfasilitasi peternak untuk mendapatkan DOC secara langsung dari perusahaan pembibit (breeder/integrator), sehingga harganya standar normal," kata Ketut melalui siaran tertulis akhir pekan ini.
Ia membantah bahwa harga DOC mahal karena kelangkaan. Menurutnya, berdasarkan data yang ada, produksi bibit ayam petelur (DOC FS Layer) dari Januari-Agustus 2018 rata-rata per bulan sebanyak 14.831.383 ekor dan bibit ayam pedaging (DOC FS Broiler) rata-rata per bulan sebanyak 243.250.971 ekor atau per pekan sebanyak 57.916.898 ekor. Pasokan justru sangat berlebih dan dilakukan eskpor ke beberapa negara.
"Kita sudah ekspor DOC ke Timor Leste, telur ayam tetas ke Myanmar, daging ayam olahan ke Jepang, PNG dan Myanmar. Ekspor ini yang harus kita tambah dan perluas negaranya, sehingga dapat meghasilkan devisa untuk negara," tegasnya.
Menurutnya, ada kemungkinan peternak memesan secara individu dengan jumlah sedikit, sehingga sulit untuk dilayani langsung dan akhirnya mendapatkan DOC dengan harga tinggi karena mendapatkannya dari pihak ketiga. Apalagi setelah dilakukan pengecekan, harga DOC di tingkat pembibit masih normal.
Peternakan ayam petelur sudah menjadi urat nadi bagi perekonomian Kabupaten Blitar, karena merupakan daerah terbesar di Indonesia dalam menghasilkan telur ayam ras. Nasib peternak ayam petelur tentunya harus diperjuangkan.
"Kita akan ambil sikap bersama agar peternak tidak rugi. Apa yang menjadi keluhan peternak soal kesulitan mendapatkan DOC kita carikan jalan keluar, agar biaya produksi itu turun, dan peternak bisa bersaing," ujar dia.
Terkait dengan upaya memenuhi kebutuhan jagung bagi pakan ternak, Ketut meminta kepada Pemerintah Kabupaten Blitar dapat memanfaatkan lahan-lahan pemerintah yang masih belum produktif untuk ditanami jagung. "Penanaman jagung ini bisa juga dilakukan oleh BUMD, sehingga dapat menambah PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang pada akhirnya juga akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Blitar," katanya.
Menyikapi tentang adanya kelebihan pasokan saat ini, diakui Ketut, hal ini semestinya ditanggapi dengan positif karena lebih baik kelebihan pasokan daripada kekurangan. Solusi paling nyata adalah dengan terus mendorong pelaku usaha untuk terus meningkatkan ekspor, selain juga mendorong kerja sama pemasaran antara produsen telur ayam seperti Blitar dengan daerah lain seperti yang sudah dilakukan dengan Pemerintah DKI Jakarta.