REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA -- Di sela-sela pertemuan Dana Moneter Internasional (IMF)-Bank Dunia, putri almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid menggagas pertemuan antara Menteri BUMN Rini Soemarno dan penasihat kerajaan Arab Saudi dan ketua Komite Perdagangan Internasional Saudi (ICT), Rahman Al Saeed. Yenny berusaha menggandeng pengusaha Arab Saudi untuk membiayai proyek infrastruktur di Republik Indonesia (RI).
Rahman Al Saeed saat ini duduk dalam Board of Eminence Heritage Amanah Group, sebuah Private Investment advisory group. Perusahaan ini mewakili banyak grup konglomerasi besar asal Timur Tengah.
"Saya melihat pada saat ini investasi dari Timur Tengah masih sangat minim di Indonesia, padahal Raja Salman sudah ke sini bawa rombongan besar. Mengapa ini terjadi? Karena setelah itu ada hambatan komunikasi. Kita dan mereka sama-sama pasif, sehingga tidak ada investasi masuk yang signifikan," kata Yenny dalam keterangannya, Kamis (11/10).
Kelompok Saudi yang tertarik masuk, jelas Yenny, cenderung menggunakan broker asing dengan upah tinggi. Akibatnya, harga proyek keseluruhan menjadi mahal di mata mereka.
Yenny menegaskan, hal ini yang harus diubah. "Sekarang langsung dipertemukan antara yang punya uang dan yang punya proyek, jadi lebih efisien," jelas dia.
Yenny melihat selama ini investasi Saudi cenderung diarahkan ke Amerika Serikat. Karena itu. kini investasi Saudi tersebut harus ditarik untuk masuk ke Indonesia.
Yenny mengapresiasi sambutan Menteri BUMN yang langsung memberikan dukungan atas langkah-langkahnya. Ia melihat Menteri Rini mendukung total semua upaya investasi Saudi untuk infrastruktur di Indonesia.
Pasalnya, ini akan menciptakan sumber pendanaan alternatif, untuk proyek-proyek infrastruktur yang selama ini didominasi oleh perusahaan-perusahaan Cina. Menteri Rini bahkan mengatakan bahwa perlu ada kerjasama investasi khusus antara Saudi dan Indonesia, karena keduanya punya banyak kesamaan, yaitu market Muslim yang besar.
Sehari sebelum pertemuan, Heritage Amanah, diwakili oleh Presiden Direkturnya, Salina Noordin, telah menandatangani sebuah perjanjian kerjasama dengan perusahaan BUMN, Bahana Capital Investment. Kerja sama ini untuk mendapatkan dana Timur Tengah sebesar 100 juta dolar AS atau Rp 1 triliun untuk membiayai proyek infrastruktur di Indonesia.