EKBIS.CO, BADUNG -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan kurang berkembangnya keuangan syariah di Indonesia karena masih banyak masyarakat yang belum paham konsep Syariah. Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara menjelaskan, saat ini masyarakat masih menilai produk-produk Syariah tidak lebih menguntungkan dari produk konvensional.
“Karena ada profit sharing dan risk sharing ini, banyak yang keberatan. Padahal dalam konsep syariah, mencari untung itu tidak boleh berlebihan,” ujar Tirta Segara dalam OJK Fintech Talk di Jimbaran, Bali, Jumat (12/11).
Padahal, perbankan konvensional juga memiliki kemungkinan rugi, namun terlindungi oleh deposit guarantee dari bank. Konsep tersebut sangat berbeda dengan syariah yang sebenarnya sejak awal secara transparan sudah menjelaskan keuntungan dan kerugian untuk nasabah.
Untuk itu, dalam mengembangkan keuangan syariah, konsep syariah tidak dapat diterapkan sepenuhnya. Mengacu kepada negara tetangga, regulasi syariah tidak sepenuhnya sharia compliance. Setelah industri syariah sudah berkembang, dengan critical mass minimal 15 persen, baru ada purifikasi.
Selain prosedur semacam itu, OJK juga terus mengembangkan literasi keuangan syariah dari pelajar hingga masyarakat umum. Salah satu upaya yang dilakukan yakni dengan menggunakan fintech untuk menjangkau daerah-daerah terpencil. E-learning OJK dapat dengan mudah diakses oleh semua kalangan dan di seluruh daerah. Dengan demikian, diharapkan pada 2019, indeks literasi dan keuangan masyarakat bisa tercapai sesuai target.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida mengatakan, fintech dapat membantu mendorong perkembangan keuangan Syariah karena basisnya yang merupakan profit sharing. “Kalau dilihat dari kondisi fintech, basisnya profit sharing sama dengan peer to peer lending. Jadi seharusnya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan ekonomi syariah,” kata Nurhaida.