EKBIS.CO, NUSA DUA -- Ketujuh, Development Committee mengangkat isu soal industri keuangan berbasis teknologi, alias fintech yang marak di Indonesia, dan tentunya dunia, dalam beberapa tahun belakangan. DC melihat bahwa fintech memiliki kemampuan untuk mewujudkan keuangan inklusif, yakni dengan menyentuh masyarakat di pelosok yang belum tersentuh jasa perbankan. Di saat yang bersamaan, fintech juga menyumbang risiko atas stabilitas ekonomi dan memunculkan proteksi dari investor.
Poin kedelapan, isu yang diangkat tentang keterlibatan sektor swasta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Swasta adalah pihak yang paling berpeluang untuk menciptakan lapangan kerja. Development Committee mendorong IMF dan Bank Dunia untuk lebih banyak mendorong swasta untuk ikut membangun negara anggota.
Kesembilan, Development Committee mendorong negara anggota untuk bekerja lebih keras dalam mewujudkan SDG's (Sasaran Pembangunan Berkelanjutan). Dalam poin ini, DC juga menyinggung perkara dukungan terhadap pengungsi, pembukaan ruang bagi swasta, dan penerbitan obligasi oleh negara IDA (International Development Association).
Poin kesepuluh adalah isu soal kerentanan masyarakat dunia yang terdampak penyakit, bencana alam, dan perubahan iklim. Development Committee menyoroti perihal sulitnya para masyarakat yang mengalami kesengsaraan akibat situasi khusus, untuk mengakses kebutuhan dasar seperti makanan, energi, dan air. DC mendorong WB dan IMF untuk lebih banyak melibatkan swasta dan pemerintah untuk menyusun inovasi pembiayaan baru untuk mengatasi masalah tersebut.
Selain menyusun poin-poin di atas, Development Committee juga menyampaikan terimakasih kepada Sri Mulyani yang telah merampungkan tanggung jawabnya sebagai Ketua Komite dalam dua tahun belakangan. Selanjutnya, posisi ketua Development Committee dipegang oleh Ken Ofori-Atta, Menteri Keuangan Ghana.
"Pertemuan Development Committee selanjutanya dijadwalkan pada 13 April 2019 di Washington, DC, Amerika Serikat.