Ahad 21 Oct 2018 18:02 WIB

Pemerintah Antisipasi Prediksi Kenaikan Suku Bunga the Fed

Masyarakat diminta tidak terlalu mencemaskan kondisi perekonomian.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Indira Rezkisari
Kantor The Federal Reserve di Washington, Amerika Serikat
Foto: Wikimedia Commons
Kantor The Federal Reserve di Washington, Amerika Serikat

EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah mengantisipasi prediksi kenaikan suku bunga Bank Sentral AS The Fed pada tahun depan. Antisipasi pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dilakukan dengan terus menjaga kesehatan perekonomian. Di antaranya, melalui upaya mendorong Foreign Direct Investment (FDI) atau investasi langsung luar negeri.

Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Adrianto, menjelaskan, cara lain adalah melakukan perbaikan neraca transaksi berjalan. Khususnya, meningkatkan potensi ekspor ke pasar utama maupun alternatif.

"Kami juga menjaga agar volatilitas rupiah terhadap dolar tidak tinggi sehingga tidak menciptakan ketidakpastian baru," ucapnya ketika dihubungi, Ahad (21/10).

Adrianto menambahkan, masyarakat tidak perlu terlalu cemas dengan kondisi perekonomian nasional dan global. Sebab, kenaikan suku bunga The Fed dan stabilitas mata uang bukan hanya permasalahan di Indonesia. Kebijakan moneter dan fiskal di negara utama, seperti Amerika dan Cina, akan mempengaruhi sektor keuangan seluruh negara termasuk Indonesia.

Dengan kondisi tersebut, mata uang negara dengan ekonomi cukup sehat seperti dolar Singapura dan euro juga terpengaruh. "Jadi, penguatan dolar terhadap mata uang asing, termasuk rupiah tidak ada hubungan dengan kesehatan ekonomi suatu negara," tutur Adrianto.

Selain itu, ketidakpastian terhadap sektor perdagangan global dan dampak dari kebijakan moneter dan fiskal Amerika akan terus memberi tekanan terhadap sektor keuangan global.

Sementara itu, Ekonom dari Institute for Developments of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira memprediksi, Bank Indonesia (BI) dapat menghabiskan cadangan devisa (cadev) sekitar 15 miliar hingga 20 miliar dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang 2019. Nominal tersebut dikeluarkan apabila BI ingin menjaga rupiah di kisaran Rp 15 ribu per dolar AS di tengah perkiraan kenaikan suku bunga Bank Sentral AS The Fed dua hingga tiga kali lagi di tahun 2019.

"Itu sudah dengan asumsi BI menaikkan empat kali suku bunga acuan sesuai dengan proyeksi kenaikan Fed rate," ucap Bhima.

Pada awal Oktober, BI merilis data terbaru cadev per September 2018 yang menyebutkan posisi cadev berada di posisi 114,8 miliar dolar AS. Angka tersebut turun 3,12 miliar dolar AS dari bulan sebelumnya dan menjadi nilai terendah sejak November 2016.  Penurunan ini terjadi seiring dengan depresiasi rupiah yang kemarin menyentuh Rp 14.900 per dolar AS.

Bhima menambahkan, pemerintah dan BI harus melakukan kombinasi kebijakan yang fokus terhadap menarik lebih banyak konversi devisa hasil ekspor (DHE) ke rupiah. Dari sisi moneter, BI sudah tepat membuat akun khusus atau special deposit account yang nantinya akan bebas pajak dan mendapat imbal hasil tertentu.

Selain itu, Bhima menjelaskan, BI dan pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dapat kerjasama membuat kurs preferensial bagi DHE. Sebab, selama ini pengusaha khawatir konversi ke rupiah merugikan karena kurs nya fluktuatif. "Jika ada jaminan kurs dari BI bagus sekali," tuturnya.

Kerjasama lain yang bisa dilakukan adalah  dengan mengoptimalkan insentif fiskal bagi sektor industri manufaktur yang berorientasi ekspor. Untuk upaya ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) harus terlibat sebagai pihak kementerian yang terkait langsung.

Presiden Federal Reserve Dallas, Robert Kaplan memprediksi, The Fed kemungkinan akan menaikkan suku bunga dua hingga tiga kali untuk menempatkan biaya pinjaman Amerika berada di wilayah netral. Kebijakan ini tidak akan merangsang atau membatasi pertumbuhan ekonomi.

Kaplan juga memastikan, kebijakan The Fed tetap moderat akomodatif. "The Fed pada dasarnya memenuhi mandat ganda," ucapnya, dilansir di Reuters, Sabtu (20/10).

Komentar Kaplan muncul setelah bank sentral AS merilis hasil pertemuan bank sentral pada Rabu (17/10). Dalam pertemuan yang diadakan pada September itu, para pembuat kebijakan setuju menaikkan suku bunga jangka pendek utama untuk ketiga kalinya pada 2018. Kebijakan ini dinilai menjadi formula tepat untuk menjaga stabilitas ekonomi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement