EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian memacu industri obat tradisional agar terus memanfaatkan teknologi digital guna membangun pabrik manufaktur yang modern seiring dengan bergulirnya era revolusi industri 4.0. Saat ini, industri obat tradisional tengah diprioritaskan pengembangannya agar bisa menjadi sektor unggulan dalam memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Tercatat, sebanyak 1.247 industri jamu yang terdiri dari 129 industri obat tradisional (IOT) dan selebihnya termasuk golongan Usaha Menengah Obat Tradisional (UMOT) dan Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT). Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menjelaskan, pemanfaatan digital oleh industri obat tradisional bertujuan meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Dampaknya, mampu menghasilkan produk berkualitas serta kompetitif di pasar dalam dan luar negeri.
"Di era industri 4.0 ini ditandai mulainya interaksi antara human dengan machine, kemudian machine to machine communication, serta teknologi artificial intelligence, yang dapat meningkatkan efisiensi. Kalau di berbagai sektor industri, efisiensi ini bisa mencapai 99 persen," tuturnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (26/10).
Industri obat tradisional juga berperan besar dalam penyerapan tenaga kerja. Menurut data Kemenperin, industri ini mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 15 juta orang dengan tiga juta di antaranya terserap di industri jamu yang berfungsi sebagai obat. Sementara itu, sisanya terserap di industri jamu yang telah berkembang ke arah makanan, minuman, kosmetika, spa, dan aromaterapi.
Salah satu andalan di industri 4.0 adalah sektor farmasi, kimia dan biokimia. "Kelompok industri tersebut masuk dalam klaster wellness, yang sekarang jadi andalan beberapa negara besar seperti Jepang dan Korea, yang juga meliputi industri herbal, jamu dan kosmetika," ucap Airlangga.
Di Indonesia, industri kosmetika merupakan sektor manufaktur yang mengalami pertumbuhan pesat hingga double digit didukung pasar domestik yang besar. Sementara itu, industri farmasi juga berpotensi tumbuh signifkan, terutama karena adanya program BPJS yang jumlah pesertanya lebih dari 180 juta orang.
Selain telah mampu meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri, Kemenperin juga menggenjot industri obat tradisonal terus memacu nilai ekspornya. Obat tradisional dan herbal adalah salah satu yang diminati di pasar ASEAN dengan jumlah 650 juta jiwa.
Salah satu perusahaan yang mulai memanfaatkan teknologi adalah PT Sido Muncul. Menurut Airlangga, perusahaan ini telah memiliki sertifikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) dan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sehingga menjadikannya sebagai pabrik jamu pertama di Indonesia berstandar farmasi.
Komitmen jangka panjang PT Sido Muncul juga diaplikasikan melalui perluasan pabrik baru dengan nilai investasi Rp 900 miliar dan telah menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 4.000 orang.
Direktur Sido Muncul Irwan Hidayat menyampaikan, tujuan perluasan pabrik adalah untuk mengikuti permintaan pasar yang terus meningkat, sehingga membutuhkan ruang produksi yang lebih besar. "Selain itu, juga meminimalkan kesalahan pada proses pembuatan produk jamu Sido Muncul. Pasalnya, teknologi yang digunakan lebih modern dan bahan-bahan yang akan dicampur sudah diatur dalam program, sehingga zero accident," tuturnya.