EKBIS.CO, JAKARTA -- Jumlah cadangan devisa (cadev) Indonesia terus tergerus seiring dengan langkah Bank Indonesia (BI) untuk melakukan intervensi di pasar valuta asing (valas). Ekonom Asian Development Bank Institute (ADBI) Eric Sugandi mengatakan, sulit membuat proyeksi mengenai penggunaan cadev oleh BI ke depannya.
Menurut Eric, penggunaan cadev oleh BI pada tahun depan sangat tergantung pada sejauh mana tekanan terhadap rupiah. Meski begitu, ia menilai posisi cadev masih akan lebih tinggi dari 100 miliar dolar AS per akhir 2019.
Per September 2018, total cadev sebesar 114,8 miliar dolar AS. Jumlah itu menurun dibandingkan posisi pada Agustus yang sebesar 117,9 miliar dolar AS.
Kendati menguras cadev, namun Eric menilai langkah BI menaikkan suku bunga acuannya BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI 7 RRR) sepanjang tahun ini juga sudah benar. "Langkah menaikkan suku bunga acuan dan melakukan intervensi di pasar valas untuk buy time sampai kondisi eksternal membaik dan Current Account Deficit (CAD) mengecil, sudah benar," tutur Eric saat dihubungi Republika, Ahad (28/10).
Ia memperkirakan suku bunga acuan BI 7 RRR akan kembali dinaikkan pada Desember mendatang sebanyak 25 basis poin (bps) menjadi 6,00 persen. Tahun depan, kata dia, bank sentral pun akan menaikkan lagi suku bunga acuannya sebanyak 50 bps.
"Sekarang kuncinya bagaimana pemerintah bisa turunkan CAD," tegasnya.
Lebih lanjut, kata dia, salah satu cara tepat turunkan CAD yakni dengan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Hanya saja, ada risiko menaikkan tekanan inflasi sekaligus ada biaya politiknya.
"Selain itu, pemerintah dan BI bisa secara tidak langsung menjaga rupiah dengan membeli Surat Berharga Negara (SBN) jika ada tekanan jual. Perusahaan BUMN bisa juga buyback saham-saham mereka jika ada aksi jual yang masif," tutur Eric.