EKBIS.CO, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menargetkan perundingan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) segera selesai secara substanstif agar dapat ditandatangani pada akhir tahun 2019. RCEP merupakan kesepakatan perdagangan bebas yang digagas 10 negara anggota ASEAN dengan enam mitra strategis, yakni Australia, Cina, India, Jepang, Korea Selatan dan Selandia Baru.
Perundingan RCEP terbaru dilakukan pada 18-27 Oktober di Auckland, Selandia Baru, yang merupakan putaran ke-24 sejak dimulai perundingan pada Mei 2013. Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Iman Pambagyo menjelaskan, perkembangan signifikan pada putaran kali ini adalah terselesaikannya Bab Penyelesaian Sengketa sehingga total ada lima bab yang telah dirampungkan.
Selama ini, perundingan RCEP telah diiringi beberapa pertemuan intersesi atau spesial untuk mendorong penyelesaian perundingan secara menyeluruh. "Untuk itu, paling tidak, penyelesaian RCEP secara substantif dapat dicapai tahun ini," tutur Iman dalam rilis yang diterima Republika, Selasa (30/10).
Iman yang juga bertindak sebagai Ketua Komite Perunding RCEP (Trade Negotiating Committee/TNC) mengakui, putaran kali ini sangat berat, sehingga para juru runding RCEP perlu menjaga optimismenya. Selain itu, diperlukan pula fleksibilitas tinggi, dukungan politis, komitmen yang kuat, serta inisiatif berpikir kreatif untuk mencari solusi agar dapat mencapai target pada putaran kali ini.
Penyelesaian substantif di tahun 2018 ini merupakan tugas dari Menteri Ekonomi RCEP yang diamanatkan pada Agustus 2018. Iman mengatakan, untuk mengejar target tersebut, sangat penting bagi seluruh peserta perundingan untuk mematuhi seluruh prinsip-prinsip perundingan yang telah disepakati.
"Misalnya merespons permintaan negara anggota lain secara positif dengan tetap menghargai sensitivitas negara tersebut dan menunjukkan fleksibilitas dalam mencapai kesepakatan," ujarnya.
Prinsip lainnya, lanjut Iman, anggota ASEAN harus mendapatkan tawaran yang lebih baik dari negara mitra dibandingkan dengan sesama negara mitra itu sendiri. Prinsip selanjutnya yang harus dijunjung yaitu prinsip saling menguntungkan bagi semua.
Iman berharap, masing-masing perunding negara peserta RCEP berkomitmen penuh agar dapat berkontribusi memberikan keputusan pada putaran kali ini. Adapun hal-hal yang telah disepakati sebelumnya jangan kembali dibahas sehingga tidak memunculkan gagasan-gagasan atau elemen-elemen baru yang membuat perundingan berlarut-larut.
"Ini dilakukan agar hal-hal yang wajib dimasukkan dalam setiap bab konsep Perjanjian RCEP dapat segera diputuskan," tuturnya.
Iman melanjutkan, prinsip perundingan RCEP adalah single undertaking. Artinya, tidak ada yang bisa disetujui secara terpisah, melainkan harus menyeluruh.
Hal ini berarti mengharuskan semua pihak harus bersedia bekerja sama dan menunjukkan fleksibilitasnya dalam menyepakati isu-isu yang relatif lebih mudah untuk disepakati lebih dulu pada putaran kali ini.
Sedangkan, khusus isu-isu yang secara politis cukup sensitif akan diselesaikan dalam pertemuan Menteri Ekonomi RCEP pada 12 November 2018 sebelum pertemuan para Kepala Negara/Pemerintahan RCEP yang dijadwalkan berlangsung pada 14 November 2018 di Singapura. Hal ini sebagaimana arahan Menteri Ekonomi RCEP pada 13 Oktober 2018 di Singapura.
Di sela-sela perundingan, Iman menjelaskan, dilangsungkan pula dialog dengan pemangku kepentingan, baik dari dunia usaha maupun dari organisasi kemasyarakatan Selandia Baru dan Australia. "Dialog ini bertujuan mendapatkan pemahaman lebih luas mengenai potensi RCEP serta mendengarkan aspirasi dan harapan para pemangku kepetingan tersebut.," katanya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menuturkan, penyelesaian pakta perdagangan RCEP sudah sampai 80 hingga 85 persen secara substansial. Pakta ini menjadi salah satu prioritas pemerintah Indonesia untuk segera dirampungkan. Sebab, RCEP mencakup lebih dari 48 persen penduduk dunia, 38 persen GDP dunia, dan lebih dari 25 persen ekspor dunia.
Perundingan RCEP diketahui akan menjadi FTA regional terbesar di dunia apabila telah berlaku efektif. Untuk itu, perekonomian negara-negara yang tergabung di dalam RCEP diprediksi akan mengalami pertumbuhan yang signifikan dan bersama-sama menjadi motor pertumbuhan ekonomi dunia.
"Ini perjanjian besar yang jadi fokus kami," tutur Enggar ketika ditemui usai menjadi pembicara di diskusi 4 Tahun Kerja Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla bertajuk Membangun Manusia Indonesia, Menuju Negara Maju di Jakarta, Selasa (23/10).
Enggar mengakui, tantangan terbesar bagi Indonesia adalah menjaga komitmen 10 negara ASEAN sebagai kesatuan. Apalagi, beberapa negara sedang melakukan pergantian menteri, seperti Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura.