EKBIS.CO, JAKARTA – Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Ngakan Timur Antara mengatakan, sejumlah industri manufaktur nasional telah mampu menunjukkan kemampuan kompetitifnya di pasar global. Capaian ini membuat Indonesia menjadi basis produksi dan eksportir yang diperhitungkan, sehingga dapat dikategorikan seagai negara industri.
Salah satu contohnya adalah perusahaan mainan Indonesia yang telah menguasai pasar global, PT Mattel Indonesia. Perusahaan ini menghasilkan enam dari 10 boneka merek Barbie yang beredar di dunia. Dua dari 10 produk mobil mainan Hot Wheels yang ada di dunia juga merupakan buatan anak bangsa.
Di sektor otomotif, Ngakan menambahkan, Indonesia juga unggul. Daihatsu Indonesia merupakan pabrik otomotif terbesar milik Daihatsu di Jepang.
"Produksinya di Karawang sebanyak 500 ribu unit per tahun, jauh lebih banyak dibanding produksi Jepang yang maksimal 200 ribu unit per tahun," ujarnya dalam rilis yang diterima Republika, Selasa (30/10).
Di industri telepon seluler (ponsel), Indonesia telah menjadi lokasi produksi bagi 42 merek ponsel yang ada di seluruh dunia, dengan total produksi mencapai 68 juta unit per tahun. Dengan peningkatan kapasitas tersebut, impor ponsel yang awalnya sebesar 62 juta unit pada tahun 2013, turun drastis menjadi 11 juta unit di tahun 2017.
Ngakan menjelaskan, selama empat tahun pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, telah tejadi penambahan populasi industri besar dan sedang. Dari tahun 2014 sebanyak 25.094 unit usaha, naik menjadi 30.992 unit usaha di tahun 2017, sehingga tumbuh 5.898 unit usaha.
"Sedangkan, di sektor industri kecil juga mengalami penambahan, dari tahun 2014 sebanyak 3,52 juta unit usaha menjadi 4,49 juta unit usaha pada tahun 2017. Artinya, tumbuh hingga 970 ribu industri kecil selama empat tahun belakangan ini," tutur Ngakan.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, daya saing industri nasional yang semakin mengglobal, terlihat dari adanya peningkatan pada nilai tambah industri. Selain itu, kenaikan indeks daya saing global, peringkat manufacturing value added (MVA), serta pangsa pasar industri nasional terhadap manufaktur global.
Menut Airlangga, nilai tambah Industri nasional meningkat hingga 34 miliar dolar AS, dari tahun 2014 yang mencapai 202,82 miliar dolar AS menjadi 236,69 miliar dolar AS saat ini. "Sementara itu, apabila melihat indeks daya saing global, yang sekarang diperkenalkan metode baru dengan indikator penerapan revolusi industri 4.0, peringkat Indonesia naik dari posisi 47 tahun 2017 menjadi level ke-45 di 2018," ujarnya.
Bahkan, merujuk data The United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), indeks MVA untuk industri di Indonesia naik tiga peringkat dari posisi 12 pada tahun 2014 menjadi level ke-9 di 2018. Selain itu, Airlangga mengatakan, pangsa pasar industri manufaktur Indonesia di kancah global pun ikut meningkat menjadi 1,84 persen pada tahun 2018.