REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menilai likuiditas industri perbankan Indonesia semakin ketat. Pasalnya, indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) berada di kisaran 93 persen per September 2018.
Anggota Dewan Komisioner LPS Destry Damayanti mengatakan level tersebut perlu diwaspadai. Hal itu, kata Destri, karena telah melampaui batas aman yang ditetapkan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar 92 persen.
"Pengetatan likuiditas disebabkan oleh pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK). Dikhawatirkan dengan masalah likuiditas ini akan menurunkan dana cadangan. Ini yang menjadi perhatian serius kita OJK dan LPS," ujar Destry kepada wartawan di Jakarta, Selasa, (30/10).
Destry menegaskan masalah likuiditas harus diselesaikan sebelum menyentuh ke permodalan. "Masalah likuiditas itu artinya pertumbuham kredit bank lebih cepat dari pertumbuhan dana, karena akhirnya dana yang dipakai buat kredit. Jadi likuiditas bank terganggu," tutur Destry.
Ia mengimbau ke depannya bank harus melakukan diversifikasi pendanaannya. Dengan begitu tidak hanya mengandalkan DPK tapi bisa pula lewat pasar modal.
Destry memprediksi sampai akhir 2018, LDR perbankan masih berada di kisaran 93 sampai 94 persen. "Kita tidak melihat ada lompatan kredit cukup tinggi di akhir tahun, tapi likuiditas dana akan mulai banyak bergerak karena program pemerintah dan ada Pemilu juga," katanya.
Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan menambahkan, berdasarkan data LPS, rata-rata LDR pada bank kategori Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) III memiliki likuiditas paling ketat. Posisinya naik dari 94,9 persen pada September 2017 menjadi 103,3 persen per September tahun ini.
Kemudian LDR Bank BUKU II naik dari 86 persen menjadi 89 persen. Sementara bank BUKU I, LDR naik dari 75 persen menjadi 84,1 persen. Selanjutnya, LDR bank BUKU IV turun dari 90,4 persen menjadi 89,6 persen per September 2018.
Seretnya likuiditas perbankan ini membuat bank-bank BUKU III dan IV menaikkan suku bunga deposito special rate masing-masing menjadi 7,17 persen dan 6,95 persen. Lalu, jelas Fauzi, bunga deposito spesial tersebut melampaui bunga deposito sejenis di bank BUKU I yang sebesar 6,9 persen dan BUKU II sebesar 6,91 persen.
Ia menilai masalah perbankan di Idnonesia sekarang bukanlah modal melainkan likuiditas. "Ini bisa dihadapi dengan menahan pertumbuhan kredit atau menggalang simpanan dana murah," ujarnya.