EKBIS.CO, JAKARTA -- Peringkat Indonesia dalam kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB) 2019 yang dirilis Bank Dunia mengalami penurunan. Hal tersebut karena reformasi yang tertinggal.
"Reform di Indonesia tidak secepat negara yang menggeser posisi Indonesia dari peringkat pada survey EoDB sebelumnya," ujar Ekonom Eric Sugandi, Kamis (1/11).
Namun, hal itu belum berarti tidak ada atau reformasi yang dilakukan di Indonesia mengalami kemunduran. Kalau dilihat, ia melanjutkan, ada beberapa indikator yang mengalami penurunan peringkat dan semuanya berkaitan dengan masalah perizinan dan kepastian hukum.
Menurut Eric, untuk memperbaiki peringkat Indonesia pada EoDB bukan hanya mendorong infrastruktur dan simplifikasi perizinan, tapi juga kepastian hukum dalam berusaha. Beberapa yang bisa diperbaiki di antaranya seperti construction permit, protecting minority investors, trading across border dan enforcing contracts. Khususnya enforcing contract yang begitu menjadi perhatian investor Penanam Modal Asing (PMA).
Diakui Eric, para pemodal khawatir jika ada regulasi yang tiba-tiba dibuat secara sepihak oleh pembuat kebijakan. "Juga bagaimana sistem hukum di Indonesia bisa melindungi kepentingan mereka jika ada mitra lokal yang cedera janji," ujarnya.
Terkait kemudahan perizinan, pemerintah sendiri telah menerapkan Online Single Submission (OSS) tengah tahun ini. Eric menambahkan, ada dampak positif yang didapat meski belum maksimal.
"Mungkin belum banyak berubah dibanding tahun lalu menurut responden yang disurvey EoDB," katanya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, meski Indonesia turun peringkat, skor EoDB Indonesia masih mengalami peningkatan dari 66,54 ke 67,96 jika dibandingkan dengan laporan tahun lalu. Dari 10 indikator EoDB, enam indikator yang mengalami perbaikan skor dan empat indikator yang stagnan.