EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menjajaki skema transaksi keuangan anjak piutang dengan melibatkan lembaga keuangan pihak ketiga. Skema transaksi anjak piutang ini untuk mengatasi defisit anggaran yang saat ini sedang dihadapi BPJS Kesehatan.
"Kami membuka opsi anjak piutang, artinya utang kami ke rumah sakit itu akan menjadi piutang rumah sakit ke kami. Piutang itu kemudian dijaminkan ke lembaga keuangan, bisa bank atau on-bank," kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris usai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres Jakarta, Kamis (1/11).
Fahmi menjelaskan dengan menggunakan skema factoring tersebut nantinya rumah sakit atau penyedia jasa layanan kesehatan dapat menjaminkan piutangnya dengan bunga kurang dari satu persen. Skema anjak piutang tersebut ditempuh BPJS Kesehatan supaya tidak terjadi kerugian atau defisit yang lebih besar lagi akibat penunggakan tagihan biaya layanan kesehatan oleh BPJS Kesehatan.
"Karena sebetulnya BPJS pun kalau telat bayar akan dihukum denda satu persen, sedangkan kalau anjak piutang itu bunganya tidak sampai satu persen. Jadi kami cari jalan keluar supaya pelayanan ke masyarakat tidak berhenti," ujarnya.
Fahmi mengatakan sejumlah rumah sakit telah menjalankan skema anjak piutang tersebut, sehingga dengan defisit anggaran yang mencapai Rp 16,5 triliun pada 2017, pelayanan BPJS Kesehatan masih berjalan hingga saat ini.
BPJS Kesehatan mengalami defisit hingga terakumulasi mencapai Rp 16,5 triliun di tahun 2017. Terakhir, pemerintah berupaya mengalokasikan 75 persen dari setengah persen penerimaan pajak rokok daerah untuk menutup defisit anggaran tersebut.
Sesuai SK Menteri Keuangan Nomor 448/KMK.017/2000, anjak piutang merupakan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan, serta pengurusan piutang jangka pendek suatu perusahaan.