EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan lembaganya mengefisiensi sekitar Rp 10,5 triliun anggaran Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Efisiensi ini diperoleh dari potensi fraud atau penyalahgunaan di tahun 2019.
Fachmi dalam webinar tentang tata kelola JKN yang diselenggarakan melalui telekonferensi di Jakarta, Kamis (18/6), menjelaskan efisiensi tersebut dilakukan dari hasil sistem deteksi fraud yang dibuat BPJS Kesehatan hingga empat tahap evaluasi dari setiap klaim yang diajukan oleh fasilitas kesehatan.
"Yang pertama pemeriksaan praklaim, jadi semua berkas klaim yang masuk ke kantor cabang diperiksa secara ketat. Itu mengembalikan dana dalam rangka menjaga efeisiensi hingga Rp 8,8 triliun. Itu klaim yang tidak sesuai ketentuan berkasnya," kata Fachmi.
Pada tahap kedua, kembali dilakukan evaluasi dari berkas yang telah lolos atau memenuhi kriteria dengan sistem pengkodean. Dari tahap kedua ini, BPJS Kesehatan bisa efisiensi sekitar Rp 1,2 triliun. Kemudian pada tahap ketiga dilakukan efisiensi hasil pascaverifikasi dan didapatkan sekitar Rp 422 miliar dana klaim yang tidak sesuai kriteria.
Tiga tahap tersebut merupakan yang rutin dilakukan untuk menyisir adakah kebocoran anggaran yang berasal dari penyalahgunaan oknum peserta atau fasilitas kesehatan dalam klaim pelayanan kesehatan. Namun masih ada tahap terakhir untuk evaluasi potensi fraud yaitu yang dilakukan oleh petugas BPKP.
Fachmi menjelaskan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan mengungkap adanya fraud dalam pelaksanaan program kurang dari 1 persen dari total anggaran. Angka potensi fraud tersebut masih jauh lebih rendah dari program jaminan kesehatan sosial yang dilakukan di Inggris yang mencapai 3 persen.
Pakar kesehatan masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof Budi Hidayat menjelaskan potensi fraud dipastikan tidak bisa dihindari karena program JKN-KIS melibatkan banyak sekali institusi maupun lembaga.
Dari institusi, lembaga, dan individu yang terlibat pada ekosistem program JKN-KIS pasti memiliki konflik kepentingan masing-masing. "Misalnya saya sebagai peserta pasti ingin iuran murah, saya sebagai provider pasti ingin biaya layanan kesehatan yang mahal agar pendapatan lebih besar," kata dia.
Oleh karena itu perlu adanya regulasi yang mengatur secara lebih detil untuk menjaga agar tidak terjadi potensi fraud. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya juga merekomdendasikan untuk meminimalkan potensi fraud dalam penyelenggaraan BPJS Kesehatan dalam rangka penyelamatan uang negara.