Senin 05 Nov 2018 05:00 WIB

Berkat KFC, Pertamina Hemat Biaya Listrik Rp 160 Juta

Wahyu Nugroho menciptakan KFC yang mengubah energi gerak menjadi listrik terbarukan.

Red: Dwi Murdaningsih
Wahyu Nugroho bersama tim KFC.
Foto: doc Wahyu Nugroho
Wahyu Nugroho bersama tim KFC.

EKBIS.CO, Oleh Erik Purnama Putra/Wartawan Republika.co.id

Wahyu Nugroho terus mengamati hilir mudik truk tangki pengangkut bahan bakar minyak (BBM) di PT Pertamina Terminal BBM (TBBM) Surabaya Group, Tanjung Perak. Setahun lalu, alumnus Teknik Mesin Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini, memang masih bekerja di situ. Tiba-tiba, tercetus ide untuk membuat energi terbarukan dengan memanfaatkan lalu lalang truk tangki tersebut.

Wahyu mengatakan, bersama rekan-rekannya yang memiliki latar belakang keilmuan berbeda, ia menginisiasi proyek kolaborasi bernama Prove Roda Gila, termasuk melibatkan dua mahasiswa ITS yang sedang menempuh penelitian akhir, yaitu Ilham Kuncoro (diploma Teknik Mesin Industri) dan Alan Budi Pratama (sarjana Teknik Sistem Perkapalan).

Menurut Wahyu yang kala itu menjabat kepala Divisi Penerimaan dan Penimbunan BBM, tugas tim adalah memanfaatkan energi kinetik agar bisa menjadi energi listrik. Caranya adalah dengan menghasilkan inovasi melalui alat pembangkit listrik Kinetic Flywheel Convertion (KFC). Listrik yang dihasilkan disambungkan dengan jaringan listrik TBBM Surabaya Group yang berasal dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

"Dengan memanfaatkan energi konvensional, kita ubah menjadi energi listri. Dari aliran listrik yang dihasilkan KFC, TBBM Surabaya bisa menghemat pengeluaran Rp 13 jutaan per bulan atau sekitar Rp 160 juta per tahun, setara empat persen biaya pembayaran listrik," ujar Wahyu saat berbincang dengan Republika.co.id, kemarin.

TBBM Surabaya adalah salah satu penyumbang konsumsi listrik sangat besar setiap bulannya dibandingkan TBBM lain di Jawa Timur. Wahyu mendapat laporan, kalau biaya listrik setiap bulannya bisa sampai Rp 300-an juta. Dia pun tergerak untuk membantu tempatnya bekerja mengurangi pasokan listrik PLN dengan membuat aliran listrik dari energi gerak.

Wahyu menuturkan, alat yang diciptakannya terbilang sangat murah, mudah, dan hemat biaya. Dia mengaku, membutuhkan waktu empat bulan untuk menyelesaikan pengerjaan KFC yang ditempatkan 30 meter dari pintu masuk armada pengangkut BBM. Alat pengubah energi gerak menjadi energi listrik tersebut baru benar-benar beroperasi pada Oktober 2017, setelah melalui berbagai rangkaian uji coba.

Wahyu menyatakan, setelah KFC hasil rancangannya bersama tim selesai, kemudian ditempatkan di dalam tanah yang menjadi jalur keluar masuk truk tangki. Dia menjelaskan, cara kerja KFC hampir mirip dengan mesin jahit, yaitu mengandalkan sumber energi dari pijakan truk pengakut BBM. "Catatan saya, jumlah mobil tangki di Surabaya ada 203 unit yang bolak-balik ngambil BBM, dua rit sehari," ujarnya.

photo
Wahyu Nugroho dengan KFC skala kecil.

Dia menyatakan, ketika truk tangki berjalan melewati KFC dengan kecepatan maksimal sepuluh kilometer per jam, bagian roda menekan landasan permukaan yang akan menggerakan askruk atau piringan. Sehingga, terjadi gerakan memutar pada poros yang terhubung dengan roda gila dan katrol besar melalui v-belt, untuk memutar katrol kecil yang terhubung dengan alternator.

Adapun alternator akan menghasilkan listrik searah (DC) untuk disimpan di baterai. Setelah itu, energi harus diubah menjadi arus bolak-balik (AC) agar dapat digunakan untuk keperluan operasional TBBM Surabaya. “Altenator ini merupakan energi alternatif yang mengubah gerak menjadi aliran listrik ramah lingkungan. Nantinya, listrik disimpan di aki dan dapat digunakan untuk menghidupkan lampu di beberapa titik TBBM Surabaya,” ujar Wahyu selaku Ketua Tim KFC.

Dia mengatakan, distribusi listrik dari FC terdapat di pintu masuk truk BMM yang menghidupkan enam sampai delapan lampu dan di pos satpam terpasang dua sampai empat lampu. Wahyu mengatakan, aki akan terus teraliri listrik karena operasional pengisian truk BBM berjalan 24 jam nonstop. "Setelah adanya KFC ini, manfaatnya pengeluaran listrik dihitung dapat dikurangi sampai empat persen atau setahun bisa hemat mencapai Rp 160 juta,” tutur Wahyu.

Meski begitu, lanjut Wahyu, tidak sembarang truk bisa melalui jalur yang terpasang KFC. Dia menuturkan, ada kualifikasi tersendiri bagi truk yang boleh lewat, yaitu harus dalam keadaan kosong dengan kapasitas 8, 16, 24, 32, dan 40 kiloliter (kl). Kalau melebihi berat maksimal, KFC bisa hancur karena tak kuat menahan beban.

Sehingga, truk yang sudah mengisi BBM dilarang melewati jalur tersebut. Untuk jaga-jaga, ada petugas yang disiagakan dekat KFC untuk memberi tahu setiap pengemudi supaya taat aturan. “Agar alat tidak rusak, truk yang sudah ada isinya (BBM) kami arahkan di jalur lain,” ujar Wahyu.

Meski KFC berjalan lancar dan tak ada masalah, Wahyu tidak cepat puas. Pada awal 2018, ia menggandeng dua mahasiswa ITS yang sedang melakukan penelitian, yaitu Ilham Kuncoro (Diploma Teknik Mesin Industri) dan Alan Budi Pratama (S1 Teknik Sistem Perkapalan). Wahyu pun berkolaborasi dengan keduanya untuk menganalisis daya tekanan dan sumber energi yang dihasilkan dari truk tangki terhadap KFC hingga seberapa lama alat itu mampu bekerja.

"Penelitian dilakukan karena ingin mendapatkan keakuratan yakni data dan penghitungan secara sistematis, meskipun halangan terberat adalah mengganti desain (KFC) empat kali dikarenakan konstruksi materialnya,” kata Wahyu.

Berkat alat ciptaannya yang sangat berguna itu, Wahyu sudah mendapat apresiasi dari PT Pertamina dengan penghargaan Best of The Best Inovasi Wilayah Jawa Timur, Bali, NTT dan NTB, serta Predikat Emas untuk Pertamina Direktorat Pemasaran. Meski KFC baru digunakan di TBBM Surabaya, ia menginginkan, alat tersebut dapat diproduksi massal agar semakin banyak energi terbarukan yang dihasilkan. “Kami berharap ke depannya, KFC dapat diaplikasikan di cabang Pertamina lainnya dan bahkan digunakan pada jalan tol,” kata Wahyu.

Apakah inovasi Wahyu berhenti sampai di situ? Tidak! Setelah saat dipindahtugaskan menjadi Supervisor PTPM Madiun, ia juga membuat alat semacam KFC dengan ukuran kecil. Cara kerjanya pun hampir sama dengan KFC yang ditempatkan di TTBM Surabaya, yaitu dengan mengandalkan daya tekan kaki.

Dia pun merasa senang lantaran pimpinan Pertamina Madiun mengapresiasi alat buatannya. "Kami menciptakan KFC skala kecil, bagi orang yang ingin olahraga membuang kalori, cukup menginjak-injak alat ini, dan dari situ bisa menghasilkan listrik skala tertentu," ujar Wahyu.

Dia mengaku, sudah membuat dua KFC skala kecil yang setiap harinya bisa menghasilkan energi listrik, yang cukup digunakan untuk mengisi bateri ponsel hingga laptop. Dengan kata lain, sumber energi listrik yang dipakai para karyawan TBBM Madiun itu berasal dari kaki-kaki mereka sendiri.

Bagi staf yang sedang santai atau duduk-duduk, bisa menginjak pedal di alat buatannya tersebut. Kalau ingin menghasilkan energi lebih banyak, mereka bisa sambil berdiri seolah sedang menggunakan sepeda statis di gym. "Kalau sedang santai dan menggoyang-goyangkan kaki maka kaki kita bisa sekaligus menghasilkan energi, yang isinya bisa digunakan sendiri untuk ngecas HP, enak kok alatanya," ucap Wahyu.

Ilham Kuncoro yang kini sudah lulus dari ITS menuturkan, keterlibatannya dalam penelitian KFC adalah mengambil data berupa putaran flywheel dan arus, serta tegangan yang dihasilkan. Dia mengaku, keterlibatannya lantaran Wahyu sedang berkunjung ke ITS untuk memperkenalkan alat buatannya. "Saya ikut melakukan penelitian selama empat bulan," kata Ilham yang kini sedang menempuh studi di Taiwan.

Ilham mengaku, kala itu ia belum memiliki topik untuk tugas akhir, dan diajak untuk melakukan penelitian tentang KFC. Singkat cerita, ia terlibat dalam pengukuran beban truk yang boleh melewati KFC hingga tenaga listrik yang dihasilkan. Dia mengaku, sangat antusias mengikuti penelitian itu lantaran KFC bisa menghasilkan energi ramah lingkungan yang alatnya terus berfungsi karena rajin dilakukan perawatan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement