EKBIS.CO, JAKARTA – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro menilai, total estimasi investasi yang dibutuhkan selama 15 tahun untuk membangun infrastruktur di Asia Pasifik adalah 26,2 triliun dolar AS. Hal ini disampaikannya dalam Asia Competitiveness Institute (ACI) Annual Conference Collaboration dengan tema Infrastructure Financing and Development in Asia di Singapura, Senin (26/11).
Dari 2016 hingga 2030, sektor pembangkit listrik menduduki prioritas teratas, yaitu 14,7 triliun dolar AS atau 56 persen dari total investasi infrastruktur. Diikuti sektor transportasi sebesar 8,4 triliun dolar AS atau berkontribusi sekitar 32 persen.
Sejalan dengan kondisi tersebut, Bambang menuturkan, pemerintah Indonesia saat ini berkomitmen meningkatkan konektivitas antar wilayah. "Tujuannya, untuk menciptakan pemerataan pembangunan, dengan mempercepat pembangunan infrastruktur secara masif," ujarnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Senin (26/11).
Untuk mengatasi kesenjangan pembiayaan infrastruktur nasional, pemerintah Indonesia telah menginisiasi skema pembiayaan alternatif melalui dua cara. Yakni, Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dan Pembiayaan Infrastruktur Non Anggaran Pemerintah (PINA).
Bambang mengatakan, sepanjang 2014 sampai 2019, partisipasi kolaboratif BUMN dan swasta diharapkan dapat membiayai kebutuhan infrastruktur sebesar 59 persen dari total investasi infrastruktur nasional 359,2 miliar dolar AS.
Saat ini, terdapat 19 sektor yang dapat dikerjasamakan dengan skema KPBU, meliputi konektivitas, perkotaan, dan infrastruktur sosial. Untuk menawarkan jaminan pemerintah dan meningkatkan minat investor terhadap KPBU, Kementerian PPN/Bappenas mendirikan Kantor Bersama KPBU sebagai one stop service dan menjadi forum koordinasi antar pemangku kepentingan KPBU di tingkat pemerintah pusat yang beranggotakan tujuh Kementerian/Lembaga.
Sampai saat ini, 13 proyek senilai USD 8,9 miliar yang dibiayai melalui skema solicited dan dalam tahap konstruksi dan operasi. Ketiga belas proyek ini merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN). Termasuk di antaranya jalan tol, energi, telekomunikasi, dan penyediaan air.
Bambang mengatakan, contoh kisah sukses skema ini adalah pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Umbulan di Jawa Timur. Infrastruktur ini telah direncanakan sejak zaman kolonial Belanda. "Pada skema unsolicited, dua proyek jalan tol yang merupakan PSN juga telah mencapai financial closing dan dalam tahap konstruksi," ucapnya.
Sementara itu, PINA yaitu merupakan skema pembiayaan infrastruktur yang fokus pada proyek-proyek dengan Internal Rate of Return (IRR) di atas 13 persen. Sebagai bentuk prioritas, pemerintah mendirikan PINA Center pada 27 Februari 2017. Tujuannya, untuk membangun hubungan baik antara investor dan investee, baik domestik maupun internasional, dalam memanfaatkan berbagai instrumen keuangan. Misalnya, dana pensiun, asuransi, kekayaan negara, hingga perusahaan investasi strategis.
Melalui PINA Center, Bambang menjelaskan, pihaknya telah memfasilitasi kolaborasi antara investor dan investee dalam membiayai proyek jalan tol, bandara, energi terbarukan dan lainnya dengan total investasi sebesar 2,3 miliar dolar AS. PINA Center juga telah melakukan pipelining pada 33 proyek. Di antaranya, bandara, perkebunan, penerbangan, pariwisata dan lainnya dengan total investasi sebesar 39 miliar dolar AS.
Skema pembiayaan lain yang dikembangkan pemerintah yakni blended finance. Skema ini fokus pada gabungan pendanaan dari badan multilateral, pemerintah, atau filantropi untuk mengatasi hambatan investasi swasta dalam proyek-proyek infrastruktur.