EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah terus gencar melakukan ekspansi ke pasar non-tradisional, termasuk Afrika. Pengamat hubungan internasional dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Eva Mushoffa menilai, keputusan ini merupakan hal tepat. Sebab, Afrika memiliki potensi pasar besar dengan pertumbuhan demografi yang cepat, sehingga meningkatkan permintaan untuk ketersediaan barang.
Eva mengatakan, Afrika sudah lama menjadi rebutan antara bangsa Eropa dengan Cina. Hal ini menandakan, Afrika memang memiliki potensi besar untuk dijadikan sebagai pasar tujuan.
"Indonesia punya peluang besar untuk masuk ke sana dengan menjalankan bilateral," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (26/11).
Komoditas Indonesia bukan lagi barang asing di Afrika. Eva mengatakan, di Nigeria, salah satu produk mie instan asal Indonesia sudah menjadi favorit. Produk makanan dan minuman lain memiliki potensi untuk mengambil bagian mengingat banyak warga negara yang menderita kelaparan sebagai dampak dari monoproduksi. Misalnya, produk perikanan dan makanan kaleng.
Eva menjelaskan, Afrika merupakan model negara yang hanya memproduksi satu komoditas sebagai warisan kolonial. Kemudian, karena iklim ekstrem di sana, tidak sedikit warga yang menderita kelaparan. "Mereka belum berhasil melakukan diversifikasi produk, sehingga butuh banyak partner masuk ke sana," ucapnya.
Apabila pemerintah memiliki kepercayaan diri yang baik, Eva menambahkan, tidak ada salahnya untuk menawarkan pembangunan infrastruktur. Di Afrika, infrastruktur masih belum merata dan terbangun dengan baik. Hal ini dapat menjadi peluang Indonesia untuk ekspansi pasar ke Afrika yang selama ini belum tergarap secara maksimal.
Namun, Eva menuturkan, semua itu kembali ke kemampuan fasilitas pengusaha Indonesia. Mereka harus memiliki keinginan dan konsistensi kuat untuk melakukan ekspansi ke Afrika yang notabenenya masih menjadi pasar nontradisional bagi Indonesia. "Kalau mau ekspansi, pengusaha harus punya cukup modal, sumber daya manusia dan sebagianya," ujarnya.
Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan optimistis Indonesia dapat menembus pasar Aljazair dan nontradisional lain. Hal ini disampaikan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita saat mengetahui produk-produk Indonesia sangat diminati pada gelaran one on one business matching dalam rangkaian Forum Bisnis Indonesia-Aljazair di Aljir pada Rabu (21/11).
Sejumlah produk seperti furnitur dan produk dekorasi rumah, mi instan, minyak kelapa sawit, ban mobil, serta perhiasan berhasil membukukan potensi perdagangan sebesar 11 juta dolar AS atau sekitar Rp166 miliar pada kegiatan business matching. Produk-produk tersebut ditawarkan oleh 13 perusahaan Indonesia kepada sekitar 250 pengusaha yang datang, yaitu dari Aljazair, Yordania, Prancis, Tunisia, Turki, Senegal, dan Pantai Gading.
Enggar menjelaskan, pemerintah optimistis dapat meningkatkan perdagangan bilateral dengan cara yang signifikan dengan memfasilitasi keterlibatan positif dan berkelanjutan antara pejabat dan pebisnis dari dua negara bersaudara ini. "Pemerintah Indonesia mengharapkan dukungan kuat dari kalangan pebisnis agar dapat meningkatkan hubungan perdagangan bilateral dan investasi ke tingkat yang lebih tinggi," ujarnya dalam rilis yang diterima Republika, Jumat (23/11).