Jumat 30 Nov 2018 21:07 WIB

Ekonomi Digital Dukung Perempuan Jadi Pengusaha

Perempuan lebih banyak bekerja di sektor informal.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Dwi Murdaningsih
Pengusaha perempuan Amartha.
Foto: amartha
Pengusaha perempuan Amartha.

EKBIS.CO, BUENOS AIRES -- Era ekonomi digital telah meningkatkan literasi keuangan dan literasi digital khususnya untuk perempuan di Indonesia. Demikian disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam diskusi panel The Role of Finance for Women's Economic Empowerment di Buenos Aires, (29/11) sebagai rangkaian pertemuan tahunan negara-negara anggota G20.

Selain Menkeu, dalam acara ini hadir panelis lain yaitu Presiden Bank Dunia Jim Young Kim, Gubernur Provinsi Buenos Aires Maria Eugenia Vidal dan  Sekretaris Hubungan Ekonomi India Subhash Chandra Gark.

Menkeu mengatakan para pengusaha yang sebelumnya tidak punya akses terhadap pasar, menjadi sangat mudah terhubung dengan pasar. Perkembangan ini sangat membantu perempuan terlibat aktif dalam inklusi keuangan.

Ekonomi Digital di Asia Tenggara Bernilai Rp 1.048 Triliun

Dalam diskusi panel dengan moderator Ratu Kerajaan Belanda Ratu Maxima, Menkeu menjelaskan bahwa perempuan lebih banyak bekerja di sektor informal karena sesuai dengan karakteristiknya yaitu masih bisa menjaga keluarga.

“Adanya perusahaan unicorn di Indonesia telah memudahkan perempuan untuk bisa menjalankan dua hal yaitu menjaga keluarga dan mencari uang dalam waktu yang sama. Salah satu efek positif perubahan teknologi adalah meningkatnya inklusi keuangan untuk perempuan,” ujar Sri melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (30/11).

Menurut Menkeu, peningkatan inklusi keuangan perempuan akan meningkatkan kesejahteraan, mengurangi kemiskinan, dan menjembatani kesenjangan yang sering menjadi permasalahan negara berkembang. Dalam perkembangan teknologi, Menkeu menyampaikan adanya tantangan untuk meningkatkan inklusi digital bagi perempuan.

Kemampuan literasi digital yang lebih rendah, kurangnya jaminan untuk mendapatkan pembiayaan lembaga keuangan formal, dan lebih nyaman dengan sektor informal merupakan tantangan dari sisi permintaan. Dari sisi penawaran, perempuan menghadapi kendala yaitu masih adanya kesenjangan informasi dan infrastruktur teknologi khususnya di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) yang bisa dioptimalkan oleh perempuan, dan kurangnya variasi jenis pembiayaan untuk menjangkau perempuan belum bankable.

Menghadapi tantangan tersebut, Menkeu menyampaikan beberapa hal yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Menkeu menjelaskan bahwa pembangunan infrastruktur menjadi penting untuk mengatasi permasalahan digital bagi Indonesia sebagai negara kepulauan seperti pembangunan satelit, pemerataan tenaga listrik, dan infrastruktur lunak seperti pendidikan.

Dalam menciptakan lingkungan untuk mendukung inklusi digital, Kementerian Keuangan telah melakukan kebijakan untuk meningkatkan peran aktif perempuan. “Dari sisi fiskal, Indonesia telah menerapkan kebijakan anggaran yang responsif gender. Kebijakan yang disusun adalah dengan budget tagging, untuk memastikan berapa rupiah yang dibelanjakan untuk agenda terkait gender,” kata Sri.

Menkeu mencontohkan kebijakan yang dilakukan di Kementerian Keuangan antara lain dengan kebijakan tidak dipotong tunjangan bagi pegawai yang cuti melahirkan, cuti untuk ayah bagi istri yang melahirkan, serta diadakannya tempat penitipan anak dan ruang laktasi di kantor. Kebijakan ini disusun untuk memastikan bahwa pegawai perempuan tidak berhenti bekerja dan bisa menjalankan kewajiban sebagai ibu dan pegawai.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement