EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Eko Putro Sdadjojo menyoroti masalah peredaran narkoba di desa-desa. Menurut dia, desa kini berpotensi menjadi pasar bagi para pengedar barang terlarang itu.
"Memang salah satu yang harus kita antisipasi dengan pendapatan desa yang terus meningkat adalah peluang untuk narkoba masuk itu menjadi besar," ujar Eko saat rilis hasil pendataan potensi desa (podes) 2018 di Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) di Jakarta, Senin (10/12).
Menurut dia, dalam empat tahun terakhir, pendapatan per kapita di desa meningkat hampir 50 persen sehingga daya beli masyarakat desa pun naik. Ia menilai hal tersebut akan dilihat oleh para pengedar narkoba sebagai suatu peluang untuk menjadikan desa sebagai pasar mereka.
Pihaknya telah bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk meminimalisasi peredaran narkoba di desa dan mencegah semakin meningkatnya peredaran obat-obatan terlarang tersebut di desa.
Ia mencontohkan Desa Kutuh, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, yang sebelumnya menjadi daerah miskin, kini menjadi desa dengan peredaran narkoba yang cukup tinggi.
"Desa Kutuh di Bali adalah salah satu desa yang masyarakatnya miskin sehingga masyarakatnya banyak yang jadi pengedar narkoba. Dengan BumDes berhasil dan masyarakatnya bisa dipekerjakan dan narkoba turun drastis," ujar Eko.
Desa miskin dan tertinggal memang berpotensi besar menjadi sasaran para pengedar narkoba. Berdasarkan data Podes 2018 yang dirilis BPS, penyalahgunaan atau peredaran narkoba di desa mencapai 14,99 persen dari jumlah desa di Indonesia. Sedangkan untuk perkelahian massal mencapai 3,75 persen.
Indeks Pembangunan Desa (IPD) yang merupakan indeks untuk menunjukkan tingkat perkembangan desa dengan status tertinggal, berkembang, dan mandiri. Hasil pengkategorian IPD menghasilkan desa tertinggal sebanyak 14.461 desa (19,17 persen), dese berkembang sebanyak 55.369 desa (73,4 persen), dan desa mandiri sebanyak 5.606 desa (7,43 persen).
Jumlah desa dengan status tertinggal berkurang sebanyak 6.518 desa. Ini melampaui target pemerintah dalam RPJMN 2015-2019 yaitu berkurangnya 5.000 desa tertinggal. Begitu pula target penambahan desa mandiri melewati target 2.000 desa.
Namun, jumlah desa tertinggal terbanyak masih berada di wilayah timur Indonesia seperti pulau Papua, Maluku, dan Kalimantan. Pulau-pulau tersebut jumlah desa tertinggal cukup tinggi misalnya Papua 87,12 persen, Papua Barat 82,03 persen, Maluku 46 persen, Maluku Utara 37 persen, dan Kalimantan Utara 61 persen.