EKBIS.CO, TANGERANG -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengajukan insentif fiskal untuk industri daur ulang di Indonesia. Usulan insentif fiskal ini sudah diajukan kepada Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Kemenperin sudah mengirim surat, kalau tidak salah dari Bulan Juni 2018, untuk diberikan keringanan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk industri daur ulang," kata Direktur Industri Kimia Hilir Kemenperin Taufik Bawazier di Tangerang Selatan, Banten, Senin (10/12).
Ia memaparkan Kemenperin mengajukan keringanan PPN menjadi 5 persen dari sebelumnya 10 persen untuk seluruh proses industri daur ulang, yakni mulai dari pengepulan, penggilingan, pengkonversian hingga distribusi. "Dari Kemenperin pengajuannya 5 persen, tapi satu persen setiap tahapan, jadi totalnya 5 persen," kata Taufik.
Menurut dia, pengajuan insentif tersebut dilakukan untuk menumbuhkan industri daur ulang di Indonesia, sekaligus sebagai bukti bahwa pemerintah hadir untuk industri yang berkontribusi dalam menjaga keramahan lingkungan.
Taufik berharap Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu bisa mengkaji usulan tersebut secara komprehensif dan dapat diterima untuk meringankan industri daur ulang. "Kami mengusulkan, yang punya keputusan ada di 'Lapangan Banteng'. Kami berharap bisa diterima karena itu juga meringankan teman-teman di industri daur ulang," ujarnya.
Menurut Ketua Asosiasi Daur Ulang Indonesia (Adupi) Christine Halim, industri daur ulang belum pernah mendapatkan insentif fiskal dari pemerintah, padahal jumlah industrinya di Indonesia terbilang paling banyak. "Jumlah industri daur ulang di Indonesia itu termasuk yang paling banyak jika dibandingkan dengan di negara lain, karena di negara lain itu sulit untuk mencari orang yang mau mengepul plastik, ongkosnya mahal. Nah, di Indonesia ini termasuk yang banyak," ungkap Christine.
Saat ini ada 360 anggota terdaftar pada asosiasi yang terbentuk sejak 19 Februari 2015 itu dan jumlahnya meningkat setiap tahun.