EKBIS.CO, JAKARTA -- Impor tinggi menjadi salah satu penyebab tingginya nilai defisit neraca berjalan. Bank Indonesia menyampaikan impor memang tinggi tapi tetap produktif sehingga menyumbang cukup besar pada sisi lainnya. Namun, Gubernur BI, Perry Warjiyo menggarisbawahi neraca modal sudah surplus lebih besar sehingga cadangan devisa bisa membaik.
"Dengan kondisi akhir tahun 2018, ada kenaikan impor produktif dan bahan baku dan barang modal, maka defisit, jangan terlalu kaget kalo triwulan empat diatas tiga persen dari PDB," katanya.
BI optimistis pertumbuhan ekonomi akan membaik pada 2019 dan defisit neraca berjalan (CAD) akan menurun dalam kondisi normal. Hal ini didukung oleh tingkat konsumsi dan investasi yang baik, juga neraca pembayaran yang alami surplus.
"Impornya itu produktif, untuk barang modal dan bahan baku, itu produktif, tapi untuk memastikan CAD itu diimbangi dengan surplus dari neraca modal, esensinya itu," kata Perry.
Maka, BI bersama pemerintah berupaya mengimbangi penurunan CAD untuk jangka pendek. Impor tinggi namun untuk sektor produktif. Tahun depan setelah kondisi perekonomian global membaik, CAD diproyeksikan bisa turun 2,5 persen.
Ke depannya, kebijakan yang ditempuh akan dikoordinasi secara baik oleh pemerintah, BI, OJK dan otoritas terkait. Untuk memberi kejelasan tentang stabilitas makro ekonomi yang terjaga dan dan momentum pertumbuhan yang terus berlanjut.
"Tentu saja tentang stance kebijakan kita, moneter tetap akan pre-emptive, forward looking dan fokus ke stabilitas akan terus dilakukan," kata dia di kompleks BI, Jumat (21/12).
Ia mengatakan prediksi semula kenaikan suku bunga The Fed dari tiga kali menjadi dua kali akan mempengaruhi proses perumusan kebijakan selanjutnya. BI akan terus melihat arah pergerakan inflasi, pertumbuhan, CAD dalam negeri dan arah kenaikan suku bunga The Fed.
Ia memastikan untuk beberapa bulan kedepan, kondisi perekonomian Indonesia tetap aman dengan suku bunga BI saat ini yakni 6,00 persen. Keputusan tersebut sudah diperhitungkan matang.