EKBIS.CO, JAKARTA – Neraca perdagangan Indonesia per Juni 2024 tercatat masih mengalami surplus. Akan tetapi, angka surplus itu menyusut dibandingkan dengan bulan sebelumnya, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Pengamat menilai kondisi itu masih aman bagi perekonomian Indonesia, meski penyusutan surplus terdalam terjadi setidaknya dalam empat bulan terakhir.
“Itu aman, seberapapun nilai surplus ekspor impor kita sepanjang masih surplus istilahnya syukur, Alhamdulillah,” kata pengamat ekonomi Ryan Kiryanto saat dihubungi Republika, Selasa (16/7/2024).
Kondisi surplus saat ini aman meskipun menyusut, berkaca dari kondisi neraca perdagangan sebelum memasuki Mei 2020. Diketahui, BPS mencatatkan neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus selama 50 bulan berturut-turut sejak Mei empat tahun yang lalu.
“Karena dulu kita selalu defisit, kita dulu sangat boros sedikit-sedikit beli dari luar negeri. Selalu solusinya sangat pragmatis, yakni importasi,” tuturnya.
Menurut analisis Ryan, kondisi penyusutan surplus pada Juni 2024 terjadi karena Indonesia terlalu banyak impor minyak. Hal itu seiring dengan meningkatnya penjualan sektor otomotif roda dua dan roda empat. Sementara diketahui mayoritas masyarakat menggunakan bahan bakar minyak (BBM), dan masih minim pada penggunaan kendaraan listrik.
“Jadi ketika impor dikombinasikan dengan ekspor, nilai surplusnya jadi turun, di sinilah dilemanya. Di satu sisi senang kalau sektor otomotif berkembang, tapi di sisi lain itu akan menekan sisi impor kita, apalagi minyak lagi mahal. Makanya pemerintah berhati-hati enggak berani menaikkan harga BBM di tengah situasi yang seperti ini, ini berisiko tinggi secara politis,” jelasnya.
Sebelumnya diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus sebesar 2,39 miliar dolar AS pada Juni 2024. Namun, angka tersebut mengalami penurunan 0,54 miliar dolar AS dibandingkan bulan sebelumnya.
“Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 50 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Surplus Juni 2024 ini tentunya lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya maupun bulan yang sama pada tahun lalu,” kata Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers, Senin (15/7/2024).
Amalia menjelaskan, surplus neraca perdagangan pada Juni 2024 lebih ditopang oleh surplus komoditas non migas, yakni 4,43 miliar dolar AS. Adapun komoditas pemberi sumbangan surplus adalah bahan bakar mineral (HS 27), lemak dan hewan nabati (HS 15), dan besi dan baja (HS 72).
Menurut catatannya, surplus neraca perdagangan non migas pada Juni 2024 lebih tinggi dibandingkan dengan surplus bulan lalu maupun bulan yang sama pada tahun lalu. Pada saat yang sama, neraca perdagangan komoditas migas tercatat defisit 2,04 miliar dolar AS dengan komoditas penyumbang defisit berasal dari hasil minyak dan minyak mentah.
Berdasarkan data BPS tercatat, nilai ekspor Indonesia pada Juni 2024 tercatat 20,84 miliar dolar AS atau turun 6,65 persen dibandingkan Mei 2024. Sementara, secara tahunan nilai ekspor turun 1,17 persen.
Terkoreksinya nilai ekspor pada Juni 2024 secara bulanan ini didorong oleh penurunan ekspor non migas. Yakni pada komoditas bijih logam, perak dan abu yang masuk kelompok HS26 kini turun 98,32 persen di mana andilnya pada ekspor nonmigas sebesar 4,57 persen. Tercatat, ekspor non migas turun 6,20 persen dengan nilai ekspor 19,61 miliar dolar AS.
Sementara itu, nilai impor Indonesia pada Juni 2024 tercatat sebesar 18,45 miliar dolar AS atau turun 4,89 persen dibandingkan Mei 2024. Impor migas mencapai 3,27 miliar dolar AS pada Juni 2024, atau turun sebesar 19,01 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Adapun, impor non migas mencapai 15,18 miliar dolar AS pada Juni 2024, atau turun sebesar 8,83 persen dibanding bulan sebelumnya. Turunnya impor bulanan ini disebabkan oleh penurunan impor non migas dengan andil 7,58 persen.