EKBIS.CO, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terpantau terus menguat. Menurut data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), Jumat (4/1), rupiah berada di level Rp 14.350 per dolar AS, menguat 124 poin dibandingkan sehari sebelumnya.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan pantauannya pada siang, rupiah sempat menyentuh Rp 14.270 per dolar AS. Perry mengatakan penguatan signifikan sejak sepekan lalu itu karena didorong dua hal utama.
"Utamanya karena kepercayaan investor pada Indonesia dan bekerjanya mekanisme pasar valuta asing dalam negeri," kata dia di Kompleks BI, Jumat (4/1).
Perry menjelaskan, kepercayaan investor telah membawa kembali dana masuk ke dalam negeri. Ini terlihat dalam lelang Surat Berharga Negara (SBN) di Kementerian Keuangan yang oversubscribe. Realisasinya lebih tinggi daripada target.
Pekan ini, SBN menargetkan Rp 15 triliun namun penawarannya mencapai lebih Rp 50 triliun. Hasilnya dimenangkan menjadi Rp 28 triliun. Perry menilai ini sebagai bukti bahwa kepercayaan pasar pada Indonesia dan aset keuangannya masih sangat tinggi.
Lelang SBN tersebut juga menambah pasokan di pasar valas sehingga terjadi mekanisme pasar yang membuat rupiah menguat dan stabil. Ini karena sebagian besar yang membeli SBN adalah investor asing.
Mekanisme pasar juga semakin beragam, tidak hanya spot dan swap, tapi juga Domestic Non-Delivery Forward (DNDF). Perry mengatakan semakin banyak transaksi DNDF yang tercatat. Pengguna mekanisme lindung nilai ini juga tidak hanya korporasi dalam negeri tapi juga luar negeri.
"Kurs DNDF bergerak stabil menguat, DNDF menguat dibanding offshore NDF, jadi terlihat semakin bekerjanya pasar DNDF, penyebaran dari spot itu juga relatif kecil, ini menunjukan semakin bekerjanya mekanisme pasar, rupiah jadi menguat," kata dia.
Perry tidak mengenyampingkan sejumlah faktor eksternal yang menjadi penyumbang sentimen positif pada rupiah. Menurutnya, proyeksi penurunan kemungkinan kenaikan suku bunga The Fed membawa dampak lebih positif pada Indonesia.
Sejumlah spekulasi beredar bahwa The Fed hanya akan menaikan suku bunga satu kali, bahkan tidak sama sekali. Meski demikian, BI tetap berpegang pada kemungkinan bahwa kenaikan suku bunga The Fed akan terjadi dua kali pada 2019.
"Ada sebagian yang mengatakan tidak naik, jadi risiko globalnya jadi lebih positif kan dibandingkan naik dua kali, jadi kadar risikonya tidak setinggi sebelumnya, tren kenaikan suku bunga tidak setinggi itu berarti lebih positif ke nilai tukar rupiah," katanya.
Selain itu, BI juga terus memantau sejumlah sentimen global yang diperkirakan akan berdampak pada Indonesia. Selain suku bunga The Fed, juga perlambangan ekonomi di Amerika Serikat, Cina, perkembangan perang dagang antara keduanya, juga dari ekonomi Jepang dan Eropa.