Kamis 24 Jan 2019 05:42 WIB

Polemik Impor Jagung, Pemerintah Perlu Cek ke Lapangan

Bulog telah merealisasikan impor sebanyak 99 ribu ton dari total 100 ribu ton.

Rep: Sapto Andika candra/ Red: Friska Yolanda
Sejumlah pekerja merontokan biji jagung menggunakan mesin perontok di Desa Kajongan, Bojongsari, Purbalingga, Jateng, Rabu (24/10). Pemerintah menyetujui impor 100 ton jagung untuk dijual dengan harga Rp 4.500 per kilogram.
Foto: ANTARA FOTO/Idhad Zakaria
Sejumlah pekerja merontokan biji jagung menggunakan mesin perontok di Desa Kajongan, Bojongsari, Purbalingga, Jateng, Rabu (24/10). Pemerintah menyetujui impor 100 ton jagung untuk dijual dengan harga Rp 4.500 per kilogram.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan masih menunggu hasil pemeriksaan di lapangan oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait ketersediaan jagung. Perintah kepada Kementerian BUMN untuk mengecek kondisi lapangan muncul setelah adanya perbedaan pendapat antara Menteri Perdagangan dan Kepala Perum Bulog terkait kebijakan impor jagung.

Sesuai hasil rapat koordinator di Kemenko Perekonomian, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita meloloskan izin impor jagung tambahan sebanyak 30 ribu ton di awal 2019 ini. Namun, Kepala Bulog Budi Waseso menganggap keputusan itu tak berarti pihaknya harus menjalankan impor saat produksi di lapangan berkecukupan.

"Kita rapat koordinasi kemarin itu adalah membicarakan bahwa ini harga (jagung) masih tinggi. Apa yang terjadi? Impor sudah ada, kok belum turun seperti yang diharpkan Ada turunnya, tapi kecil," jelas Darmin usai mengikuti rapat terbatas di Kantor Presiden, Rabu (23/1).

Per Desember 2018 lalu, sebetulnya pemerintah melalui Bulog telah merealisasikan impor jagung sebanyak 99 ribu ton dari total 100 ribu ton jagung yang dipesan. Menurut Bulog, seluruh jagung yang masuk telah didistribusikan ke peternak yang ditetapkan dalam rakortas. Pendistribusian langsung dilakukan karena Bulog tidak memiliki gudang khusus untuk jagung.

"Harga di peternak masih Rp 7.000 padahal kita impor itu. Sekarang kalau Menteri Pertanian bilang produksi tahun ini 1,6 juta ton,engan situasi itu, kita tugaskan Kementerian BUMN, cek di lapangan," katanya.

Kepala Bulog Budi Waseso sempat menjelaskan bahwa persebaran distribusi jagung impor memang tidak merata. Menurutnya, masalah distribusi ini wajar karena pemerintah memutuskan kuota impor jagung sesuai kebutuhan yang dilaporkan pada rakortas.

"Kita ini mengimpor berdasarkan kebutuhan kelompok peternak yang dilaporkan pada kita, maka kita angkat dalam rakortas. Setelah kita putuskan, ternyata banyak peternak lain yang minta," katanya.

Namun demikian, Buwas menjelaskan Bulog belum membuka lelang untuk impor jagung tambahan sebesar 30.000 ton. Dengan kondisi lahan jagung Indonesia yang memasuki panen raya mulai Februari, Maret hingga April mendatang, Buwas mempertimbangkan kebutuhan jagung pakan ternak tersebut bisa dipenuhi dari produksi dalam negeri.

"Kita lihat perkembangannya, ini kan harus dilihat soal panen, kita akan hitung ulang. Kalau nanti ternyata bisa dipenuhi dalam negeri, kita tidak perlu (impor)," kata Buwas.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement