EKBIS.CO, SERPONG -- Dalam kurun waktu empat tahun, yaitu 2015 sampai 2018, nilai ekspor obat hewan mencapai sebesar Rp 23,54 triliun. Berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian volume ekspor obat hewan pada periode tersebut sebanyak 10.231 juta dosis untuk sediaan biologik, sedangkan sediaan farmasetik, premiks, dan bahan baku obat hewan sebanyak 635,79 ribu ton.
Dalam rangka meningkatkan volume ekspor obat hewan, Indonesia kembali menambah unit usaha yang mengekspor obat hewan ke Vietnam. Hal tersebut disampaikan Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Fini Murfiani saat menghadiri acara pelepasan ekspor perdana obat hewan ke Vietnam di Kawasan Industri Tekno Blok L, Serpong - Tangerang, Banten, Rabu (6/2).
Pada pelepasan eksport perdana tersebut, sebanyak lebih dari 6 ton obat hewan yang diproduksi oleh PT Nutricell Pasific dikirim ke Vietnam dengan nilainya sebesar 177.800 dolar AS atau senilai Rp 2,4 miliar.
“Ini merupakan komitmen kita untuk meningkatkan nilai ekspor sehingga produk Indonesia yang berkualitas semakin dikenal di dunia,” kata Fini.
Fini mengatakan, dengan menghasilkan produk yang berkualitas dan produksi yang maksimal, serta berbekal jaringan luar negeri yang luas, produk PT Nutricell dapat diekspor ke berbagai negara. Kementan berharap ekspor perdana ini dapat menjadi pemacu bagi perusahaan obat hewan lainnya untuk melakukan ekspor-ekspor selanjutnya.
Fini menambahkan, nilai ekspor produk obat hewan ke Vietnam selama 2018 untuk sediaan biologik sebanyak 1,2 miliar dosis dengan nilai Rp 51,99 miliar. Sediaan farmasetik sebanyak 170.368 ton senilai Rp 18 miliar. Sedangkan untuk sediaan premiks dan bahan baku obat hewan sebanyak 9,5 juta ton dengan nilai sebesar Rp 217,4 miliar. “Total nilai ekspor obat hewan ke Vietnam pada 2018 sebanyak Rp 287,4 miliar,” tambahnya.
Peningkatan nilai ekspor ini tentunya sangat menggembirakan bagi dunia usaha di bidang obat hewan dan menunjukkan obat hewan mempunyai kontribusi yang besar dalam peningkatan devisa negara. Fini mengungkapkan, di era perdagangan bebas dan pesatnya perkembangan teknologi mengharuskan Pemerintah Indonesia semakin kreatif dengan meningkatkan produksi dan ekspor obat hewan. Ia pun bangga, setelah diproduksi dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Indonesia, produk Nutricell kini merambah pasar luar negeri.
“Sejak diterapkannya MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) 2016, pemerintah juga terus berusaha untuk mendorong peningkatan jumlah produsen obat hewan dalam negeri,” ujarnya.
Berdasarkan data Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, saat ini terdapat 58 dari 95 produsen obat hewan dalam negeri memiliki Sertifikat Cara Pembuatan Obat Hewan Yang Baik (CPOHB). Hal itu merupakan standar sertifikasi produksi obat hewan sekaligus pengawasannya, sehingga kualitas produk tersebut terjaga dengan baik.
Sementara itu ditempat yang terpisah, Direktur Kesehatan Hewan, Fadjar Sumping Tjatur Rasa mengungkapkan, pihaknya terus mendorong penerapan CPOHB dan percepatan administrasi pelayanan rekomendasi untuk mendorong peningkatan ekspor obat hewan. “Sertifikat CPOHB ini menjadi acuan bahwa obat hewan yang diproduksi terjamin mutu, keamanan dan khasiatnya sehingga berdaya saing tinggi”, kata Fadjar.
Fadjar menjelaskan, dari 58 produsen obat hewan yang memiliki sertifikat CPOHB, sebanyak 33 perusahaan sudah menjadi eksportir. “Produk obat hewan saat ini sudah merambah pasar ke sejumlah negara Asia, Amerika, Eropa, Afrika, dan Australia. Jadi target ekspor kita sudah ada di semua benua,” ungkapnya.
Ia mengatakan, negara tujuan ekspor obat hewan juga meningkat 35 persen. Pada 2015 jumlah tujuan ekspor sebanyak 69 negara. Saat ini sudah bertambah menjadi 93 negara. Nilai ekspor obat hewan yang terus meningkat setiap tahun tidak terlepas dari adanya penjaminanan mutu, khasiat, dan keamanan obat hewan.
Fadjar menegaskan, Kementan sudah mulai mendorong produsen obat hewan agar kreatif mengembangkan produk dari bahan lokal, sehingga akan mengurangi impor. “Kami dorong pelaku usaha agar untuk produk prebiotik dapat memanfaatkan dari bahan tanaman dan herbal, selain itu juga untuk produk immunostimulan, serta vaksin dari mikroorgamisne dan zat penambah yang ada di Indonesia,” pungkasnya..