EKBIS.CO, BALI -- Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mengungkapkan, sejak adanya trayek angkutan kapal khusus ternak dari program tol laut telah berdampak pada penurunan risiko penyusutan bobot sapi hingga menjadi 9 persen. Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan (PPHNak) Kementan, Fini Murfiani mengatakan, sebelum ada kapal khusus ternak, banyak terjadi kasus penyusutan bobot sapi selama perjalanan laut.
Fini mengungkapkan, sebelumnya saat pengiriman sapi dari NTT ke Jakarta terjadi penyusutan bobot sapi bahkan hingga 15 persen-20 persen. Namun setelah ada kapal khusus ternak, penyusutan maksimal hanya 9 persen.
“Itu sebabnya kenapa ternak terutama sapi harus diangkut dengan pelayaran khusus agar tidak stres," kata Fini di sela-sela pertemuan dengan Atase Pertanian Indonesia di Bali, Jumat (8/2).
Fini menambahkan, pemanfaatan Kapal Ternak merupakan salah satu instrumen untuk mengetahui suplai dalam negeri dari daerah produsen ke wilayah konsumen. Sementara pengaruh positifnya, terutama sebagai salah satu komponen mendukung ketersediaan pangan protein hewani.
“Keutamaan kapal ternak diantaranya: memenuhi aspek kesrawan, kepastian jadwal pelayaran dan mampu diproyeksikan sebagai sistem monitoring ketersediaan dan tata niaga, sehingga dapat dijadikan salah satu dasar dalam penentuan kebutuhan impor,” ujarnya.
Menurut Fini, keberadaan kapal ternak menjadi bagian dari upaya animal welfare karena di kapal khusus itu, sapi-sapi bisa duduk, nyaman, tenang, dan kondisi itu sangat mempengaruhi kualitas daging dan ototnya nanti tidak menjadi keras. Dengan begitu, peternak sebagai produsen sapi bisa merasakan harga jual sapi yang layak, dan konsumen di Jakarta pun bisa merasakan daging sapi yang berkualitas dan harga yang juga tidak terlalu tinggi.
Fini menjelaskan, keberadaan kapal ternak yakni KM. Camara Nusantara 1-6 juga dinilai sangat bermanfaat karena pemerintah bisa mengetahui angka suplai sapi ternak dalam negeri. "Kalau kita tahu data suplai dalam negeri, nanti kita juga akan tahu, berapa sih impor sapi yang dibutuhkan," imbuhnya.
Fini menyampaikan, pada 2018 loading factor 6 unit kapal ternak telah mencapai 88 persen, dengan jumlah ternak yang diangkut 30.803 ekor dr 78 pelayaran. Adapun konektivitas trayek angkutan ternak tahun ini ada enam rute, yakni: KM. Camara Nusantara 1 oleh PT Pelni (Kupang - Waingapu - Tanjung Priok - Cirebon - Kupang), KM. Camara Nusantara 2 oleh PT ASDP (Kupang - Wini- Atapupu- Tanjung Priok - Kupang), KM Camara Nusantara 3 oleh PT Pelni (Kupang - Waingapu - Tanjung Priok - Cirebon - Surabaya-Dumai- Cirebon-Kupang).
Selanjutnya KM. Camara Nusantara 6 oleh PT Subsea (Bima - Badas - Parepare - Palu - Balikpapan/Samarinda - Bima), dan rute yang terakhir KM. Camara Nusantara 5 oleh PT ASDP (Celukan Bawang - Tanjung Priok - Kupang - Wini - Atapupu - Samarinda - Celukan Bawang).
“Untuk mengoptimalkan pemanfaatan kapal, saat ini juga sudah dipersiapkan untuk mendukung pemasaran ekspor, salah satunya adalah ekspor kambing ke Malaysia dengan potensi 60.000 ekor per tahun,” tutur Fini.
Menurutnya, langkah ini juga memberikan keuntungan bagi peternak terkait dengan lebih tingginya harga di peternak. Untuk memfasilitasi hal tersebut Kemenhub telah merevisi SK Dirjen Perhubungan Laut tentang jaringan kapal khusus angkutan ternak tahun 2018 dengan trayek Surabaya ke Dumai.
Lebih lanjut, Fini menjelaskan, pada Senin (4/2) telah diadakan Seminar Nasional Tol Laut yang dilaksanakan di atas kapal Dorolonda yang sedang berlabuh di pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Seminar dihadiri oleh Menteri Perhubungan, Menteri Perdagangan, Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan, sedangkan Direktur PPHNak mewakili Kementrian Pertanian.
Seminar tersebut menghasilkan Deklarasi Dorolonda yang ditandatangani oleh Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi dan Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita. Adapun Isi Deklarasi Dorolonda diantaranya: Pertama, meminta berbagai pihak terkibat dalam moda angkutan ini untuk segera melakukan digitalisasi proses dan sistem pengangkutan laut, sehingga bisa menjadi lebih efektif, efisien, dan transparan.
Kedua, menganggap perlu adanya peningkatan sosialisasi keberadaan program tol laut dengan metode yang lebih kreatif dan inovatif kepada seluruh pemangku kepentingan, terutama di daerah-daerah jalur tol laut. Ketiga, merasa perlu memberikan perhatian khusus pada peningkatan kualitas pelayanan jasa pelabuhan dan pengurangan tarif bongkar muat kargo di pelabuhan.
Keempat, mengharapkan untuk dilakukan pemetaan ulang dan lanjutan dari konsep tol laut ke depan melibatkan semua pihak termasuk pihak swasta dan pemerintah daerah yang dilalui tol laut. Kelima, meminta agar pelaksanaan sistem tol laut memperhatikan dan mengikutsertakan pelayaran rakyat yang sudah ada lebih dulu, sehingga mereka menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari simpul tol laut. Keenam, mengharapkan konsistensi dan keberlangsungan pengembangan transportasi laut di Indonesia, sehingga memberikan kepastian usaha di sektor angkutan laut.
Fini beranggapan, sebagai implementasinya, maka peran Pemda harus ditingkatkan untuk lebih berinisiatif proaktif untuk memfaatkan tol laut untuk mendukung pembangunan ekonomi wilayahnya. “Selain itu untuk lebih mengoptimalkan distribusi dari daerah produsen ke end user (pengguna terakhir), maka perlu disinergikan antara kapal ternak dengan moda transportasi lainnya (darat/KA/udara),” pungkasnya.