EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Pertanian menyatakan kebijakan wajib tanam dalam penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) bertujuan mengajak importir berperan membangkitkan kejayaan bawang putih di tanah air. Dengan begitu diharapkan ketergantungan terhadap bawang putih impor bisa dikendalikan. Manfaat wajib tanam sangat dirasakan oleh petani di sentra-sentra bawang putih mulai dari Aceh hingga Papua.
Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Moh Ismail Wahab mengaku heran dengan pihak-pihak yang menyebut aturan wajib tanam merugikan petani.
"Kebijakan wajib tanam terbukti mampu membangkitkan kembali sentra-sentra bawang putih di dalam negeri. Silakan cek di lapang, bagaimana petani menyambut baik aturan ini. Kalau dianggap memberatkan pengusaha saya rasa tidak karena kenyataannya lebih dari 40 importir bisa menyelesaikan kewajibannya. Soal ketentuan administrasi wajib tanam, prinsipnya importir hanya diminta melaporkan apa yang mereka laksanakan sesuai kenyataan di lapangan. Selama mereka tanam beneran, nggak ada yang sulit,” kata Ismail.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Yasid Taufik menegaskan, pergerakan harga bawang putih masih normal. "Akhir tahun pemerintah menerbitkan izin impor sebanyak 150 ribu ton. Dengan asumsi kebutuhan 50 ribu ton per bulan, seharusnya stok aman sampai Maret ini,” ujarnya.
Pantauan harga di Pasar Induk Kramat Jati tidak menunjukkan fluktuasi harga yang berarti. Pada Senin,(11/2) harga di PIKJ berkisar Rp 17 ribu, di eceran DKI Jakarta Rp 25 ribu. "Februari tahun lalu malah mencapai Rp 40 riba, jika dibanding tahun ini jauh lebih rendah. Jadi aturan RIPH mana yang menghambat dan menyebabkan harga tinggi? Tidak betul itu,” ungkapnya.
Diketahui RIPH 2018 telah diterbitkan untuk 122 perusahaan dengan total pengajuan 1 juta ton. Izin impor yang terbit mencapai 600 ribu ton, sedangkan kebutuhan nasional hanya 500 ribu ton. "Sisanya? Kami akan berkoordinasi dengan Satgas Pangan agar segera menelusuri realisasi impor dan stok bawang putih," tutup Yasid.