EKBIS.CO, JAKARTA -- Satu ekor sapi lokal terdeteksi terseerang penyakit zoonosis Brucellisis SP. Penanganan segera dilakukan dengan memusnahkan sapi terinfeksi tersebut.
"Sapi itu langsung kami potong bersyarat. Pemotongan dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan berbagai faktor seperti kemungkinan tercemarnya lingkungan," kata Kepala Badan Karantina Pertanian Ali Jamil melalui keterangan tertulis, Selasa (12/2).
Ali mengatakan, kehati-hatian dalam pemotongan wajib dilakukan untuk mencegah adanya cairan exudat dan sarang-sarang nekrose pada organ-organ viseral. Dalam keadaan demikian, seluruh organ visceral limfoglandula dan tulang harus dimusnahkan.
"Sedangkan bagian daging boleh dikonsumsi setelah dilakukan pelayuan selama kurang lebih sembulan jam. Baru kemudian dimasak," katanya.
Penyakit Brucellosis merupakan penyakit bakterial yang menginfeksi sapi, kerbau, kambing, domba dan babi. Namun di Indonesia, Brucellosis paling umum ditemukan pada ternak sapi dan sering dikenal sebagai penyakit Keluron Menular.
Ia menjelaskan, penyakit ini bersifat zoonosis yang dikenal sebagai undulant fever karena menyebabkan demam yang undulans atau naik-turun. Brucellisis juga bisa menyebabkan hewan betina mengalami aborsi dan retensi plasenta. Sedangkan dampak lain pada hewan jantan bisa menyebabkan orchitis dan infeksi kelenjar asesorius.
Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Karantina Cilegon mendeteksi penyakit yang menyerang sapi lokal tersebut setelah melakukan pemeriksaan melalui uji laboratorium Rose Bengal Test (RBT) dan Complement Fixation Test (CFT).
"Kami benar benar melakukan deteksi ketat. Misalnya untuk CFT dilakukan di Balai Veterner Subang dan Balivert dilakukan di Bogor. Pemeriksaan di kedua lab hasilnya positif," katanya.
Untuk diketahui, pada 31 Januari 2019 petugas karantina juga melakukan pemeriksaan terhadap 64 ekor sapi ras Bali asal Bekasi yang hendak dikirim ke Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Setelah pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan fisik, petugas melakukan pengambilan sampel darah 100 persen ke semua hewan untuk dilakukan pengujian RBT.
"Dua ekor diantaranya positif RBT. Nah yang positif ini kami lakukan pengawasan di Instalasi Karantina Hewan. Tapi sampel darahnya dikirim ke BVet Subang dan Balitvet Bogor untuk dilakukan pengujian CFT," katanya.
Ali berharap, seluruh jajaran karantina meningkatkan pengawasan secara intens. Pengawasan bisa dilakukan di tempat pemasukan dan pengeluaran NKRI. Masyarakat pun dimint untuk turut menjaga kesehatan dan keamanan produk pertanian dengan lapor ke karantina saat melalulintaskan.