EKBIS.CO, JAKARTA -- Setelah dua bulan berhenti, proyek Jalan Trans Papua di Kabupaten Nduga, Provinsi Papua, kembali dilanjutkan. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan, pihaknya sudah bekerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk menjaga keamanan sekitar proyek.
Direktur Jenderal Bina Marga, Kementerian PUPR, Sugiyartanto, mengatakan, pengerjaan proyek telah kembali dimulai sejak dua pekan lalu. Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto juga telah mengirim pasukan untuk melakukan pengamanan.
“Meski sempat ada gangguan force majeur tapi pembangunan terus berjalan. Dari sisi keamanan, ya kemanan, yang bukan keamanan, tetap bekerja,” katanya di Kementerian PUPR, Jakarta, Kamis (21/2).
Ia menjelaskan, pemerintah juga tidak akan mengubah jalur Trans Papua akibat insiden tersebut. Pembangunan yang sempat terhenti tetap dilanjutkan sesuai rencana yang sudah ditetapkan sejak awal. “Skenario pelaksanaan tetap,” katanya menambahkan.
Sebagaimana diketahui, pada 3 Desember 2018 lalu, Polda Papua menemukan 24 orang pekerja jembatan di Kali YIgi dan Kali Aurak, Kabupaten Nduga dalam kondisi tewas mengenaskan. Pekerjaan jembatan itu merupakan satu dari total 14 jembatan yang dibangun langsung oleh PT Istaka Karya selaku kontraktor.
Setelah diselidiki lebih lanjut, para pekerja itu dibunuh oleh Kelompok Kriminal Bersenjata setempat. Kawasan itu pun alhasil dianggap sebagai wilayah rawan.
Meski demikian, Sugi menyatakan, penyelesaian proyek Trans Papua di titik tersebut harus tuntas pada tahun 2019. Sebab, pemerintah menargetkan seluruh jalan Trans Papua bisa tersambung maksimal pada tahun 2021 mendatang.
Total panjang Trans Papua, lanjut dia, mencapai lebih dari 3.000 kilometer. Untuk program penuntasan proyek tersebut akan kembali dimasukkan dalam Rencana Strategis (Renstra) pembangunan jangka waktu 2020-2024.
Sejauh ini, menurut dia, sudah tersambung sekitar 70 persen dari total panjang Trans Papua. Ruas-ruas yang belum dibangun saat ini merupakan ruas yang melintas di medan yang berat. Khususnya di area pegunungan yang memiliki suhu rendah sekaligus keamanan yang belum diketahui pasti.
“Pembangunan jalan di luar Jawa memiliki hambatan berbeda, baik dari segi alam maupun hal-hal yang bersifat regional,” ujar dia.