Selasa 26 Feb 2019 07:20 WIB

Tiga Kebijakan Pemerintah Perbaiki Harga Karet Alam

Pemerintah mendorong peremajaan untuk jangka panjang.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution (tengah) dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (25/2). Darmin menyebutkan tiga komitmen pemerintah untuk memperbaiki harga karet alam.
Foto: Republika/Adinda Pryanka
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution (tengah) dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (25/2). Darmin menyebutkan tiga komitmen pemerintah untuk memperbaiki harga karet alam.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Pemerintah berkomitmen mengatasi harga karet alam yang berada di level rendah sepanjang 2018 hingga awal 2019. Komitmen ditandai dengan tiga kebijakan yang akan diterapkan dari sisi jangka pendek, menengah dan panjang. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, untuk jangka pendek, pemerintah siap mengatur jumlah ekspor karet alam. Sedangkan, dalam jangka menengah, akan dibahas mengenai peningkatan penggunaan karet alam di dalam negeri. 

Baca Juga

"Terakhir, jangka panjang, berbicara tentang replanting (peremajaan) karet alam," ucapnya dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (25/2). 

Tiga kebijakan ini sesuai dengan keputusan dari Special Ministerial Committee Meeting of the International Tripartite Rubber Council (ITRC) yang diinisiasi Thailand, Indonesia dan Malaysia. Ketiganya merupakan produsen karet alam terbesar di dunia. Kesepakatan disampaikan dalam pertemuan ITRC di Bangkok, Thailand pada Jumat (22/2). 

Pengaturan ekspor melalui mekanisme Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) akan membatasi ketiga negara untuk mengekspor karet alam dengan kisaran 200 ribu sampai 300 ribu metrik ton per tahun. Untuk pembagian persentasenya akan dibahas kembali pada pekan depan, tepatnya pada 4 Maret. 

Darmin menjelaskan, implementasi AETS penting sebagai instrumen yang efektif dalam menyelesaikan permasalahan harga, yakni mengatasi persoalan ketidakseimbangan stok di pasar global. Jangka waktu pembatasan diperkirakan berlangsung selama tiga bulan. 

"Untuk waktu mulainya, akan diputuskan pada pekan depan," ujarnya. 

Darmin menambahkan, pembatasan ekspor perlu dilakukan untuk menunjukkan kepada pasar bahwa supply karet alam di pasar global tidak banyak. Indonesia bersama Malaysia dan Thailand hendak menahan dengan jumlah tertentu, berharap harga di pasaran dapat membaik.

Implementasi AETS dilanjutkan dengan mekanisme Demand Promotion Scheme (DPS) untuk jangka menengah. Skema ini memungkinkan peningkatan penggunaan domestik secara signifikan di tiap negara. Menurut Darmin, di Indonesia, utilisasi difokuskan pada proyek infrastruktur seperti jalan provinsi dan kabupaten. 

Darmin mengatakan, makna dari dampak jangka menengah di sini bukanlah implementasi akan dilakukan dua hingga tiga tahun mendatang. Waktu pelaksanaannya akan dimulai dalam hitungan bulan ke depan, namun hasilnya baru efektif pada dua sampai tiga tahun mendatang. 

Pihaknya akan mendorong kementerian di bawahnya untuk menggunakan produksi lokal. Saat ini, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah melakukannya dengan memanfaatkan karet sebagia bahan baku aspal. 

Untuk jangka panjang, Darmin menambahkan, pemerintah akan melakukan penanaman kembali atau replanting. Dalam kurun waktu setahun, setidaknya akan dilakukan peremajaan hingga 500ribu hektar per tahun. "Ini dampaknya baru terasa lima hingga tujuh tahun lagi," katanya. 

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Moenardji Soedargo mengatakan, rendahnya harga karet di dunia saat ini karena kesalahan persepsi di pasar terhadap kondisi fundamental karet. Terjadi penumpukan stok karet di Cina yang sebenarnya tidak memiliki kualitas karet untuk penggunaan mainstream di dunia. 

"Mainstream di sini adalah 70 persen untuk ban, sedangkan karet di Cina kebanyakan layak untuk sol sepatu," tuturnya. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement