EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Umum Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Moenardji Soedargo mendorong produksi karet domestik dapat ditingkatkan agar pasokan tetap tersedia. Meski Indonesia bukan negara pengimpor karet, Moenardji mengakui Indonesia pernah mengimpor karet jenis tertentu.
“Jumlahnya sedikitlah ya kalau impor, hanya beberapa jenis tertentu saja yang di Indonesia itu (karetnya) masih agak sulit untuk diproduksi,” kata Moenardji saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (26/2).
Dia juga mempertanyakan klaim beberapa pihak yang menyatakan bahwa pasokan karet di tingkat domestik melimpah. Sebab, dia mengakui pasokan karet domestik masih sangat relatif.
Langkah pemerintah dalam International Tripartite Rubber Council (ITRC) yang mengusung skema pembatasan ekspor atau Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) dinilai sudah tepat. Sebagai salah satu negara penghasil karet terbesar dunia, Indonesia dinilai cukup punya pengaruh menentukan harga karet di kancah global.
Seperti diketahui, sepanjang 2018 tingkat produktivitas karet Indonesia mencapai 3,76 juta ton atau naik tipis dari target yang ditentukan pemerintah sebesar 3,68 juta ton. Tahun ini, pemerintah menetapkan target produksi karet sebesar 3,81 juta ton.
Sementara itu Ketua Asosiasi Petani Karet Indonesia (APKI) Lukman Zakaria menilai, produktivitas petani dalam menghasilkan karet tergantung dari seberapa besar keuntungan penjualan hasil dari biaya produksi yang dikeluarkan. Menurutnya, jika harga karet di tingkat petani relatif membaik, para petani dengan sendirinya akan memacu produksi karetnya.
“Yang penting adalah keadilan bagi petani, karena harga karet di tingkat kami masih Rp 6.000. Itu (harga) rendah sekali,” katanya.