EKBIS.CO, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo berjanji akan terus menjaga kecukupan likuiditas di industri perbankan. Dengan begitu, Perry berharap tidak ada alasan bagi perbankan untuk menaikkan suku bunga kredit.
Dalam seminar ekonomi yang menghadirkan seluruh anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Kamis (28/2), Perry bahkan menantang para pimpinan perbankan untuk langsung menyampaikan kepada dirinya jika terdapat tanda-tanda pengetatan likuiditas di pasar keuangan.
"Kami pastikan likuiditas terjaga biar pimpinan perbankan tidak perlu naikkan suku bunga kredit, biar pembiayaan melalui kredit ke ekonomi lancar. Itu konteksnya. Kalau kurang, bilang ke saya," kata Perry.
Bank Sentral, ujar Perry, tidak ragu untuk melakukan operasi moneter guna menginjeksi likuiditas seperti yang sudah dilakukan pada 2018 ketika tekanan arus modal keluar sedang tinggi. Pada akhir 2018, industri perbankan memang mengalami kesulitan likuiditas yang ditandai dengan indikator rasio kredit terhadap simpanan (Loan to Deposit Ratio/LDR) hingga 93 persen.
Di akhir tahun itu, BI menginjeksi likuiditas Rp 120 triliun, kemudian dilanjutkan Rp 75 triliun pada Januari 2019. Pada Februari 2019, Perry menjanjikan operasi moneter untuk memastikan kecukupan likuiditas akan tetap dilakukan.
"Di Februari 2019, akan kita tambah lagi," ujarnya.
Perry mengatakan janji Bank Sentral untuk melonggarkan likuiditas merupakan kompensasi dari kebijakan moneter yang masih diprioritaskan kepada stabilitas perekonomian, baru kemudian kepada pertumbuhan ekonomi.
Mantan Deputi Gubernur BI itu menganalogikan kebijakan Bank Setral berupa 'jamu pahit', yakni kebijakan moneter yang tetap mengedepankan stabilitas perekonomian.
Namun 'jamu pahit' itu akan dikompenasi dengan empat 'jamu manis'. Empat jamu manis tersebut yakni pelonggaran likuiditas, pelonggaran makroprudensial, stimulus untuk industri ekonomi syariah dan kebijakan sistem pembayaran. Keempat 'jamu manis' itu ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.