EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan akan ada mekanisme review atau tinjauan ulang setiap tiga bulan untuk membahas kebijakan kuota impor garam.
"Mekanisme review ini melihat histori tahun lalu (2017) ketika impor ditetapkan 3,7 juta ton ternyata performance (realisasi) hanya 2,6 juta ton. Akhirnya Kemenko Ekonomi menetapkan mekanisme itu," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi di Jakarta, Jumat (1/3).
Mekanisme tinjauan ulang itu menurut Brahmantya akan dimulai Maret ini. Nantinya, dalam rapat koordinasi di Kemenko Ekonomi, KKP akan mengajukan tinjauan atas kebijakan impor garam yang ditetapkan sebesar 2,7 juta ton tahun ini.
"Kami akan ingatkan Kemenko untuk review terkait yang 2,7 juta ton itu sudah keluar berapa, realisasinya berapa," katanya.
Menurut Brahmantya, mekanisme tinjauan ulang perlu dilakukan lantaran produksi garam nasional masih mumpuni berkaca pada realisasi impor 2017 yang terpangkas.
"Kemarin (2017) dari (target) impor 3,7 juta ton, realisasinya kan cuma 2,6 juta ton. Ini membuat posisi tawar kita tinggi karena garam kita sebenarnya produksinya itu lebih baik," katanya.
Brahmantya menuturkan pemerintah harus memberikan kejelasan mengenai kebutuhan garam nasional agar tata kelola komoditas tersebut tidak terus dibayangi impor.
Ia menambahkan, Kementerian Perindustrian, yang kini memiliki kewenangan atas pemberian rekomendasi impor garam berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2018, juga harus memiliki data yang sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS).
"Data riil harus disampaikan. Kalau butuh impor, ya impor, asal sesuai kebutuhan dan kita tidak mengganggu harga di tingkat petani," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jasa Kelautan Ditjen PRL KKP Abduh Nurhidajat menambahkan proses impor yang bertahap membuka kesempatan untuk melakukan kajian dan tinjauan atas kebijakan tersebut.
"Sementara ini (kuota) impor 2,7 juta ton. Tapi itu tidak langsung full dalam tiga bulan pertama, misalnya. Maka itu kesempatan kita untuk review," katanya.
Menurut Abduh, perlu ada pertimbangan khusus agar impor tidak terjadi di saat panen raya garam sedang berlangsung. Selain mencederai petambak garam, hal itu juga akan membuat harga garam anjlok sehingga merugikan para petambak.
"Memang impor ini perlu kearifan untuk jangan sampai nanti saat panen impornya masuk. Itu sangat mencederai petambak garam dan harga akan terguncang," tuturnya.