EKBIS.CO, JAKARTA -- Kolaborasi Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dengan perusahaan teknologi finansial (tekfin) dinilai menjadi salah satu cara bank meningkatkan teknologi. Untuk itu, menurut Wakil Ketua Kompartemen BPRS Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), Syahril T Alam, kolaborasi perlu segera dimulai oleh masing-masing bank ataupun melalui asosiasi.
"Cara mengembangkan teknologi di BPRS untuk pelayanan, mereka bisa kembangkan sendiri atau kerja sama pihak luar. Kalau mau lebih mudah mengembangkan teknologi bisa kerja sama dengan tekfin syariah," kata Syahril saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (5/3).
Meski demikian, Syahril menegaskan, perumusan kerja sama tetap harus dilakukan secara bertahap, terutama dalam membahas model bisnis dan payung hukum. Syahril berharap kerja sama bisa dibangun antar asosiasi, dalam hal ini Asbisindo dengan asosiasi tekfin. Dengan demikian, kerja sama berlaku secara nasional dan bisa mengikutsertakan semua anggota asosiasi.
Menurut Syahril, pertemuan secara asosiasi akan dilakukan sesegara mungkin guna membahas kerja sama lebih lanjut. Syahril mengungkapkan Asbisindo sebelumnya sudah sering melakukan pertemuan dengan tekfin namun masih sebatas seminarisasi dan belum masuk ke dalam rumusan kerja sama yang lebih rinci.
Syahril menjelaskan, dalam kerja sama nantinya, ada beberapa produk yang bisa dikembangkan bersama oleh BPRS dan tekfin di antaranya penghimpunan dana (funding) dan peminjaman dana (lending). Menurut Syahril, sejumlah BPRS yang telah bekerja sama dengan tekfin terbukti terbantu dalam hal penyaluran dana pinjaman.
"Teman-teman (BPRS) yang sudah kerja sama dengan tekfin itu lending sudah jalan, sekarang tinggal memperkuat funding. Supaya funding BPRS juga bagus harus memanfaatkan teknologi. Jadi win win solution, bisnis tekfin dan BPRS sama-sama jalan," lanjut Syahril.
Menurut Syahril, sinergisitas antara BPRS dan tekfin sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan bisnis masing-masing perusahaan. Syahril berharap sinergitas nantinya bisa berdampak signifikan terhadap pertumbuhan bisnis BPRS terutama bagi banl yang sulit mendapatkan dana dan pembiayaan.
Berdasarkan statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Desember 2018, aset yang dimiliki BPRS saat ini tercatat berjumlah Rp 12,5 triliun. Sementara itu, untuk pembiayaan mencapai Rp 9,1 triliun dan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp 8,1 triliun
Terkait anjuran OJK untuk konsolidasi BPRS, Syahril mengatakan, dalam beberapa kasus memang diperlukan. Namun, konsolidasi tersebut bukan berarti harus mereduksi institusi BPRS. Menurutnya reduksi institusi kurang tepat mengingat kinerja BPRS saat ini relatif bagus.
"Konsolidasi dalam rangka meningkatkan kinerja sesama BPRS itu perlu. Produk bersama, pembiayaaan bersama dalam rangka meningkatkan skala bisnis BPRS," terang Syahril.
Menurut Syahril, otoritas seharusnya membuat kebijakan agar pendirian BPRS lebih mudah sehingga industrinya lebih berkembang. Sharil mengatakan saat ini jumlah BPRS masih terbilang sangat sedikit. OJK seharusnya mendorong pertumbuhan BPRS terutama di daerah-daerah yang belum ada BPRS, sehingga sistem perbankan syariah bisa menyebar ke seluruh Indonesia.