EKBIS.CO, JAKARTA -- Cina dan Amerika Serikat (AS) akan melanjutkan pembicaraan bidang perekonomian dan perdagangan di Washington. Kedua belah pihak menyepakati beberapa hal penting dalam pertemuan di Beijing yang telah berakhir pada Jumat (15/2).
Kedua negara telah membahas beberapa topik menyangkut kepentingan bersama, seperti transfer teknologi, perlindungan hak atas kekayaan intelektual, hambatan tarif, industri jasa, pertanian, keseimbangan nilai perdagangan dan mekanisme implementasinya.
Tentu kesepakatan kerja sama tersebut berdampak pada Indonesia, mengingat Cina merupakan pasar utama. Kepala Ekonom Bank Central Asia David Samuel menilai kesepakatan tersebut cukup memberikan respon positif pasar di Asean, meski hanya dalam jangka pendek.
“Sudah masuk selesai (kesepakatan), mau sepakat tapi ada beberapa hal yang pending. Dalam jangka pendek, ekspetaksi pasar dampak cukup oke buat kita di Asean untuk jangka panjang belum menjamin,” ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Sabtu (9/3).
David menjelaskan kesepakatan tersebut turut meminimalisirnya terjadinya diversifikasi resiko dari sisi alokasi investasi. “Karena kalau terus terjadi berbahaya produk mereka di Cina, mesin produksi tarifnya lebih tinggi. Ini bisa jadi bahaya ke depan, terjadi perselisihan dagang ke depannya karena masalah geo politik,” ungkapnya.
Data resmi menyebutkan bahwa nilai ekspor Cina ke AS pada 2018 telah mencapai angka 252,11 miliar renminbi (RMB) atau sekitar Rp 529,4 triliun. Nilai ini naik 1,9 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara, investasi asing langsung dari AS ke Cina selama periode tersebut juga mengalami peningkatan sebesar 124,6 persen.