Jumat 15 Mar 2019 13:46 WIB

Ekspor RI Menurun di Tiga Negara Tujuan Utama

ina masih merupakan negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai 3.263,3 juta dolar AS.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
Aktivitas ekspor impor
Foto: Republika/Prayogi
Aktivitas ekspor impor

EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, faktor penurunan nilai ekspor pada Februari 2019 didominasi oleh sektor nonmigas. Penurunan ekspor terbesar terjadi pada tiga negara tujuan ekspor utama Indonesia yaitu Cina, Amerika Serikat, dan Jepang.

Seperti diketahui, nilai ekspor pada Februari tercatat mencapai 12,53 miliar dolar As atau mengalami penurunan sebesar 10,03 persen dari bulan Januari yang mencapai 12,69 miliar dolar AS. Demikian juga dibandingkan Februari 2018 yang menurun 11,33 persen.

Baca Juga

Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari ke Februari 2019 mencapai 26,46 miliar dolar AS atau menurun 7,76 persen dibandingkan periode yang  sama pada tahun 2018. Adapun ekspor nonmigas mencapai 24,14 miliar dolar AS atau menurun sebesar 7,07 persen.

“Dibandingkan dengan Januari 2019, ekspor ke tiga negara tersebut turun signifikan. Ke Amerika turun 15,79 persen, Cina 11,07 persen, dan Jepang turun 13,57 persen,” kata Kepala BPS Kecuk Suhariyanto kepada wartawan, di Gedung BPS, Jakarta, Kamis (15/3).

Dia menjelaskan, penurunan ekspor terbesar nonmigas Februari terhdap Januari terjadi pada bahan bakar mineral senilai 182,1 juta dolar AS atau 14,54 persen, sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada perhiasan dan permata senilai 227,5 juta dolar AS atau 53,03 persen.

Adapun negara-negara tujuan ekspor nonmigas Indonesia antara lain terdiri dari tiga sub regional yakni ASEAN, Uni Eropa, dan negara-negara utama lainnya dari sejumlah wilayah berbeda. Negara-negara tersebut antara lain Cina, Amerika, Jepang, India, Australia, Korea Selatan, Taiwan, Jerman, Belanda, Italia, Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Dia memerinci, berbagai komoditas ekspor yang turun di ketiga negara cukup beragam. Komoditas ekspor yang mengalami penurunan ke Cina berupa alas kaki, bahan kimia organik, bahan bakar mineral, dan lemak minyak hewan nabati.

Pada periode Januari-Februari 2019, Cina masih merupakan negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai 3.263,3 juta dolar AS atau 13,52 persen dari total keseluruhan ekspor Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor. Komoditas utama yang diekspor ke Cina pada periode tersebut adalah lignit, minyak kelapa sawit, serta besi dan baja.

Sementara untuk komoditas ekspor Indonesia ke Amerika yang mengalami penurunan tajam antara lain lemak dan minyak hewan nabati, mesin dan perlengkapan elektris, pakaian dan aksesoris pakaian bukan rajutan, ketel, dan mesin peralatan.

“Memang ada penurunan ekspor untuk pakaian bukan rajutan. Pakaian jadi dan sepatu olahraga misalnya, ini kerap dipengaruhi oleh musim, jadi seasonal sifatnya,” kata Kecuk.

Dia menilai, penurunan nilai ekspor ke negara-negara tujuan utama perlu diperhatikan pemerintah terutama di tengah situasi perekonomian global di 2019 yang mengalami perlambatan. Sebab, dia menilai, adanya penurunan nilai ekspor pada Februari ini jangan sampai mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia secara keseluruhan.

Dia menambahkan, World Bank pernah memprediksi perekonomian global turun dari tiga persen ke 2,9 persen . Cina dan Amerika misalnya, kata dia, perekonomian di kedua negara tersebut diperkirakan akan turun dari 2,9 persen ke 2,5 persen.

“Tantangan kita ke depan adalah bagaimana upaya kita yang ingin menggenjot ekspor ini dapat meningkat di tengah perekonomian global yang lesu. Belum lagi ada fluktuasi harga di beberapa komoditas unggulan yang kita punya, seperti sawit dan batubara. Ini tantangan,” katanya.

Di sisi lain, dia juga mengimbau kepada pemerintah untuk melakukan kebijakan pengendalian impor yang akurat di tengah kinerja ekspor yang menurun. Adanya penurunan nilai impor pada Februari, kata dia, pemerintah perlu memanfaatkan produktivitas ekspor terus meningkat.

“Intinya, berbagai kebijakan (pengendalian impor) yang dilakukan pemerintah sudah cukup bagus, tapi bisa digencarkan lagi supaya lebih mulus,” katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement