Rabu 16 Oct 2024 08:53 WIB

Neraca Dagang Surplus 53 Bulan, Kemenkeu: Bukti Daya Tahan Ekonomi

Itu menunjukkan kekuatan ekonomi Indonesia solid.

Rep: Eva Rianti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kemenkeu, Febrio Kacaribu.
Foto: dokpri
Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kemenkeu, Febrio Kacaribu.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Neraca perdagangan Indonesia melanjutkan kondisi surplus 53 bulan berturut-turut sejak Mei 2020, dengan angka pada September 2024 sebesar 3,26 miliar dolar AS. Kementerian Keuangan mengatakan, itu menunjukkan kekuatan ekonomi Indonesia solid di tengah ketidakpastian ekonomi global.

"Konsistensi tren surplus ini merupakan kabar yang baik, membuktikan daya tahan ekonomi kita di tengah stagnasi ekonomi global. Hal tersebut juga mencerminkan ekonomi kita yang berorientasi pada penciptaan nilai tambah menunjukkan hasil positif, tentunya hal ini menjadi modal yang baik untuk masa yang akan datangn," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam keterangan resmi, Rabu (16/10/2024).

Baca Juga

Febrio mengatakan, di tengah tekanan PMI manufaktur global yang masih terkontraksi 48,8 pada September 2024, aktivitas ekspor Indonesia pada September 2024 masih tercatat sebesar 22,08 miliar dolar AS, ditopang oleh peningkatan ekspor nonmigas sebesar 8,13 persen (year on year/yoy). Sementara itu, ekspor sektor migas tercatat mengalami penurunan.

Kontributor utama yang mendorong peningkatan ekspor nonmigas, diantaranya besi dan baja, bahan bakar mineral, nikel dan barang daripadanya, serta logam mulia dan perhiasan atau permata. Secara sektoral, pertumbuhan terbesar ada pada sektor pertanian sebesar 38,76 persen (yoy), diikuti sektor pertambangan dan lainnya sebesar 9,03 persen (yoy), dan juga sektor industri pengolahan sebesar 7,11 persen (yoy).

China, Amerika Serikat, dan Jepang tetap menjadi negara mitra utama dengan kontribusi ketiganya sebesar 43,57 persen terhadap total ekspor nonmigas Indonesia. Secara kumulatif, total ekspor pada periode Januari sampai dengan September 2024 tercatat mencapai 192,85 miliar dolar AS.

Sementara itu, impor September 2024 tercatat sebesar 18,82 miliar dolar AS, naik 8,55 persen ( yoy ). Kenaikan impor tersebut didorong oleh kenaikan impor nonmigas 16,29 persen (yoy), di tengah penurunan impor migas 24,04 persen (yoy). Kenaikan tertinggi terjadi pada impor barang modal sebesar 18,44 persen (yoy), disusul oleh impor barang konsumsi sebesar 11,30 persen (yoy) dan bahan baku penolong sebesar 5,87 persen (yoy).

Sementara penyumbang terbesar impor nonmigas adalah komoditas plastik dan barang dari plastik, mesin atau peralatan mekanis, dan mesin atau perlengkapan elektrik dengan kontribusi ketiganya sebesar 31,38 persen terhadap total impor nonmigas. Secara kumulatif dari Januari sampai dengan September 2024 nilai impor Indonesia tercatat mencapai 170,87 miliar dolar AS.

Febrio menyampaikan, aktivitas perdagangan Indonesia yang masih mencatatkan kinerja yang baik hingga September menjadi sinyal yang positif bagi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III 2024. Kementerian Keuangan memproyeksikan pada triwulan tersebut ekonomi Indonesia masih akan tumbuh di atas 5,0 persen di tengah tantangan ekonomi global.

"Pemerintah akan terus memantau dampak perlambatan global terhadap ekspor nasional, serta menyiapkan langkah-langkah antisipasi melalui dorongan terhadap keberlanjutan hilirisasi sumber daya alam, peningkatan daya saing produk ekspor nasional, serta diversifikasi mitra dagang utama," ujar Febrio.

Sebagai informasi, surplus neraca perdagangan adalah kondisi ketika nilai ekspor suatu negara lebih besar daripada nilai impornya. Surplus neraca perdagangan tidak selalu berdampak positif pada kondisi perekonomian suatu negara.

Surplus neraca perdagangan dapat berdampak positif jika dana yang dihasilkan dapat digunakan untuk diantaranya melunasi utang,endanai investasi baru, dan pembangunan nasional.

Namun, surplus neraca perdagangan juga dapat berdampak negatif jika diantaranya pajak atau harga meningkat, pendapatan berkurang, mata uang negara mengalami tekanan, permintaan domestik rendah, dan impor menurun akibat resesi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement