EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Eksekutif The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati mengkritisi masih banyaknya operator telekomunikasi yang enggan membangun jaringan di rute bawah tanah MRT. Menurut Enny sudah seharusnya seluruh masyarakat dan dunia usaha mendukung program strategis nasional termasuk keberadaan layanan MRT di Jakarta.
Enny menilai proyek MRT merupakan program strategis nasional dan pioneer di bidang transportasi massal modern. Harusnya perusahaan telekomunikasi mau berkontribusi di program pemerintah tersebut dengan membangun jaringan telekomunikasi di sepanjang jalur MRT.
“Pemerintah tentunya membutuhkan kontribusi serta dukungan semua pihak termasuk perusahaan telekomunikasi. Seharusnya perusahaan telekomunikasi mau membangun jaringan telekomunikasi di MRT. Tujuannya agar masyarakat mendapatkan kenyamanan dalam berkomunikasi dan tertarik untuk menggunakan layanan umum seperti MRT,” kata Enny di Jakarta, Rabu (28/3).
Enny mendengar alasan operator enggan masuk di jalur MRT karena tingginya biaya instalasi jaringan sepanjang jalur MRT. Namun menurut dia, seharusnya PT MRT Indonesia dan Tower Bersama dapat transparan kepada publik berapa sebenarnya biaya yang dikenakan untuk setiap operator.
Dalam kalkulasi Enny, seharusnya dengan banyak operator yang tertarik membangun jaringan sepanjang jalur MRT, komponen biaya yang ditanggung oleh masing-masing operator akan berkurang. Karena biaya pembangunan jaringan telekomunikasi di MRT ditanggung renteng oleh seluruh operator.
“Jika memang harga sudah transparan disampaikan oleh PT MRT dan Tower Bersama namun masih ada operator yang tak sanggup membayar, maka operator tersebut tak boleh komplain. Apalagi menuduh jika ada monopoli oleh salah satu operator," ucap dia.
Selain itu, kata Enny melanjutkan, pelanggan yang tak mendapatkan layanan telekomunikasi di MRT juga tidak boleh komplain ke pemerintah. "Tetapi komplain ke operator mereka yang tak mau investasi di jalur MRT," ucap dia.
Enny memberikan contoh. Beberapa tahun yang lalu ada operator yang tak mau membangun di daerah. Mereka tak mau membangun lantaran daerah tersebut tak menguntungkan. Mereka hanya mengejar pembangunan di daerah yang menguntungkan saja.
Namun setelah daerah tersebut berkembang dan menguntungkan dari segi bisnis, operator yang tadinya enggan untuk membangun justru kini mereka getol meminta sharing. “Kelakuan ini sangat aneh. Mereka engan untuk sharing investasi ketika awal-awal pembangunan. Namun kini setelah daerah tersebut tumbuh mereka meminta sharing. Itu tidak adil,” ucap Enny.
Diakui Enny, memang operator sebagai badan usaha selalu berfikir benefit dan cost. Berbeda dengan Telkom dan Telkomsel yang diminta selalu hadir untuk mewakili negara. Mereka harus terus berinvestasi meski dalam jangka pendek belum menguntungkan. Sedangkan operator lain hanya investasi di daerah yang menguntungkan saja.
"Perbedaan ini membuat Telkom dan Telkomsel tidak bisa melakukan perang tarif. Namun operator lain tidak demikian," ujar Enny.
Menurut dia, enggannya para operator berinvestasi di tempat yang tidak menguntungkan, opportunity operator lain untuk menggunakan tools perang tarif akan semakin besar. "Daripada mereka investasi, mending dipakai untuk akusisi pelanggan dengan perang tarif. Ini sangat tidak fair,” ucap Enny.
Disampaikan Enny, sebenarnya kompetisi itu bagus. Karena akan menguntungkan konsumen dan mendorong efisiensi serta optimalisasi. Namun perang tarif yang saat ini terjadi di industri telekomunikasi nasional sudah kebablasan. Karena sudah menimbulkan ketidakadilan yang bisa menimbulkan kerugian yang besar bagi masyarakat dan negara.
Saat ini, kata dia, kerugiannya tersebut sudah nampak, yaitu tidak adanya pemerataan layanan telekomunikasi. Operator yang mampu dan mau investasi serta mendukung program pemerintah hanya BUMN telekomunikasi saja. Mereka mau investasi di daerah terpencil dan tidak menguntungkan. Seperti investasi yang tak menguntungkan di jalur MRT.
“Perang tarif yang saat ini terjadi sudah menimbulkan kerugian sosial. Karena operator tak mampu mendukung program pemerintah dalam pemerataan layanan dan jaringan telekomunikasi. Bahkan operator tak mampu lagi mendukung secara optimal program strategis nasional seperti menyediakan layanan telekomunikasi di jalur MRT,” ucap Enny.
Karena itu Enny meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk segera ‘menjinakkan’ perang tarif di industri telekomunikasi. Sehingga operator telekomunikasi memiliki kemampuan untuk mendukung program strategis nasional.
“Kita harus menjaga keseimbangan antara dunia usaha, masyarakat dan kepentingan nasional,” imbuh Enny.