EKBIS.CO, Diasuh Oleh: Dr Oni Sahroni, Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI
Assalamualaikum wr wb.
Saat ini, marak pertanyaan dari masyarakat terkait dengan top up dan diskon dalam layanan pembayaran milik perusahaan transportasi daring. Bagaimana penjelasan Ustaz terkait hal tersebut?
Irham-Denpasar
---
Waalaikumussalam wr wb.
Top up, diskon, dan cash back dalam jasa transportasi daring (online) itu diperkenankan dalam fikih dengan memenuhi ketentuan transaksi jual beli jasa tidak tunai dan adab-adab Islami dalam bermuamalah. Sebagai transaksi jual jasa dengan fee tunai dan jasa mengantar sebagai objek jual tidak tunai, biaya yang dibayarkan menjadi pendapatan perusahaan.
Begitu pula diskon dan cash back, bukan riba karena terjadi dalam jual beli jasa, bukan utang piutang.
Kesimpulan ini berdasarkan penjelasan berikut:
Pertama, transaksi antara customer dengan perusahaan jasa transportasi online adalah jual beli jasa, di mana perusahaan jasa transportasi online (yang diwakili pengemudinya) menjual jasa mengantarkan customer-nya secara berangsur sesuai permintaan. Sebagai imbalannya, customer membayarnya dengan top up (tunai) di awal transaksi.
Jika si A top up Rp 50 ribu di perusahaan transportasi online, maka pembayaran tersebut adalah rangkaian transaksi jual jasa hingga pengemudi mengantar costumer ke tujuan dan hingga saldo top up habis.
Dalam fikih, transaksi ini dikenal dengan jual beli jasa dengan fee tunai dan jasa inden yang akan diserahkan kemudian (ijarah maushufah fi dzimmah). Maka, harus diberlakukan seluruh ketentuan transaksi tersebut dan adab-adabnya.
Kedua, objek transaksi jual beli jasa ini adalah fee dibayar di muka dengan cara melakukan top up sejumlah dana pada perusahaan jasa transportasi online. Biaya atau fee tersebut harus jelas.
Sedangkan, jasa yang diperjualbelikan adalah jasa mengantarkan customer. Walaupun paket jasa mengantarkan tersebut belum diketahui tujuan perjalanannya, jaraknya sudah diketahui dan dimaklumi detailnya dalam sistem senilai dengan biaya yang dibayarkan oleh costumer, sehingga masih dalam kategori paket jasa yang jelas dan terukur serta terhindar dari ketidakjelasan (gharar fahish).
Misalnya, si A melakukan top up Rp 50 ribu sebagai fee untuk membayar jasa sekian perjalanan yang akan dinikmatinya setiap kali menghubungi pengemudi.
Ketiga, setiap diskon atau cash back yang diberikan oleh perusahaan kepada customer itu diperbolehkan. Sebab, itu terjadi dalam transaksi jual beli jasa (bukan utang piutang) sebagai hibah (pemberian) dari penjual jasa untuk customer.
Keempat, karena transaksinya jual beli jasa, maka pembayaran fee secara tunai tersebut sebagai pendapatan perusahaan dan boleh digunakannya. Sebaliknya, customer tidak boleh menggunakannya dalam bentuk pencairan ataupun transfer karena itu milik perusahaan.
Kelima, menunaikan adab-adab Islami dalam bermuamalah sebagai penjual jasa, pengemudi, dan costumer. Di antaranya, memberikan perjalanan aman dam seterusnya.
Walaupun produk dengan kriteria dan spesifikasi ini belum ada fatwa dan opini syariahnya, tetapi ketentuan tentang transaksi maushufah fi dzimmah// sudah dijelaskan dalam Fatwa DSN MUI No.101/DSN-MUI/X/2016 tentang Akad Al-Ijarah Al-Maushufah fi Al-Dzimmah dan Standar Syariah Internasional AAOIFI No.9 tahun 2002 tentang Ijarah Muntahiyah bi al-Tamlik.
"Akad al-Ijarah al-maushufah fi al-dzimmah boleh dilakukan dengan syarat kriteria barang sewa dapat terukur... dan dapat diserahterimakan pada waktu yang disepakati …." (Standar Syariah Internasional AAOIFI No.9 tahun 2002).
Kesimpulan model transaksi tersebut dengan ketentuan dan rambu-rambunya bisa menjadi solusi agar jual beli jasa transportasi online sesuai dengan rambu-rambu fikih. Sebagai ikhtiar memperbaiki produk tersebut semaksimal mungkin karena produk tersebut sudah ada dan didesain dengan segala karakteristiknya, bukan produk yang didesain oleh lembaga keuangan syariah.
Semoga, Allah SWT memudahkan setiap ikhtiar kita dan memberkahinya. Wallahu a'lam.