EKBIS.CO, SURABAYA -- PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) melakukan eskpansi pada bisnis pelayanan terminal industri minyak dan gas (migas). Pelindo III bersinergi dengan sesama BUMN, PT Perusahaan Gas Negara (PGN), memulai pembangunan terminal LNG di Terminal Teluk Lamong, Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
Swebelumnya, perseroan mengoperasikan terminal Liquefied Natural Gas (LNG) terapung di Pelabuhan Benoa Bali. Direktur Transformasi dan Pengembangan Bisnis Pelindo III Toto Nugroho mengatakan infrastruktur pelabuhan sangat penting untuk disinergikan untuk melayani kebutuhan logistik energi nasional.
“Karena pelabuhan merupakan pintu masuk yang dapat berkontribusi untuk menekan cost recovery dari industri migas di Indonesia,” ujarnya dalam keterangan tulis yang diterima Republika, Rabu (3/4).
Menurutnya kerja sama pengembangan fasilitas pelabuhan untuk mendukung operasional di hulu industri migas potensinya sangat besar. Pasalnya, banyak lahan konsesi Pelindo III yang berada di waterfront atau berbatasan langsung dengan laut.
Pelindo III sudah menyiapkan lini usaha khusus, yaitu Pelindo Energi Logistik (PEL), yang akan fokus mengembangkan integrated services shorebase terminal atau terminal pelabuhan dengan sejumlah layanan. Lini usaha ini siap mendukung logistik pelaku industri migas.
“Terminal Gresik di Jawa Timur sudah siap dengan dedicated area untuk memberikan layanan terintegrasi dari kegiatan di laut, seperti kapal sandar, hingga kegiatan di darat, untuk lokasi penyimpanan misalnya,” ucapnya.
Melalui konsep integrated services shorebase terminal tersebut, lanjut Toto, layanan PEL akan di-back up oleh lini usaha Pelindo III Group lainnya. Dimulai dari layanan armada kapal offshore, transportasi truk, mooring unmooring (penambatan), loading-unloading (bongkar muat), dan penyediaan alat berat. Juga layanan perawatan dan suku cadang peralatan termasuk penyediaan tenaga kerja professional operasional, pengamanan, kebersihan, dan transportasi. Bahkan hingga jasa klinik kesehatan dan catering untuk pekerja di lokasi khusus.
“Dengan lengkapnya layanan dalam satu kawasan yang terdedikasi untuk kegiatan industri migas yang menuntut standar keselamatan yang tinggi, maka potensi efisiensi yang dicapai cukup besar,” ungkapnya.
Sementara Kepala Divisi Penunjang Operasi dan Keselamatan Migas SKK Migas Bagus Edvantoro menambahkan penurunan cost recovery merupakan isu penting. Menurutnya ada beberapa faktor yang mempengaruhi seperti kehandalan operasional, personel yang professional, kualitas layanan, keselamatan dan kesehatan kerja (K3/HSSE).
“Kemudian juga faktor ketepatan waktu penyediaan jasa dan harga yang kompetitif. Integrasi faktor-faktor tadi dibutuhkan untuk mencapai penurunan cost recovery dalam industri migas,” ujarnya.
Ketua DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jatim Henky Pratoko mengatakan para pelaku bisnis logistik di asosiasinya menjadi bisa mencari peluang bisnis di jasa logistik industri migas. “Di tengah bisnis yang semakin menantang, peluang baru menjadi penting bagi kami. Agar bisa turut bekerja sama dengan pemerintah untuk meningkatkan efisien logistik di Indonesia,” ucapnya.