EKBIS.CO, JAKARTA -- Greenpeace Indonesia meminta pemerintah untuk bisa mengurangi dampak lingkungan, terutama deforestasi, akibat kegiatan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Pemerintah dituntut untuk bisa membuktikan secara nyata kepada publik atas klaim pengurangan dampak lingkungan yang telah dilakukan.
Hal itu disampaikan Greenpeace Indonesia menanggapi keinginan Menteri Koordinator Kemaritiman agar para Lembaga Sosial Masyarakat mendukung langkah pemerintah melawan Uni Eropa di tengah rencana pelarangan penggunaan minyak sawit. “Uni Eropa sudah memberikan sinyal bahwa tantangan Indonesia harus menunjukkan tata kelola sawit yang berkelanjutan. Artinya harus ada fakta-fakta kuat. Tapi, hingga saat ini itu belum benar-benar dilakukan pemerintah,” kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas saat dihubungi Republika.co.id, Senin (8/4).
Arie menegaskan, sejak 2011, pemerintah telah mengeluarkan moratorium hutan dan lahan gambut. Namun, fakta membuktikan pembukaan izin perkebunan sawit masih terus terjadi. Di satu sisi, dari hasil laporan yang dikumpulkan Greenpeace Indonesia selama 2018, praktik deforestasi masih terjadi.
“Bahkan akhir-akhir ini deforestasi mulai berpindah ke Papua. Itu laporan 2018,” kata Arie.
Oleh sebab itu, tidak heran jika Komisi Uni Eropa hingga saat ini masih tetap melanjutkan kampanye pengurangan bahan bakar berbasis sawit serta berbagai produk turunannya. Sebab, menurut Arie, Uni Eropa belum melihat adanya upaya nyata yang dilakukan oleh pemerintah.
Pihaknya pun tetap mendesak pemerintah untuk meningkatkan transparansi data dan tata kelola perkebunan sawit di Indonesia. Dengan begitu, publik dan dunia bisa ikut melalukan monitorin bersama. “Jadi, ini bukan soal dukung mendukung. Kami tetap independen dan memiliki tanggung jawab kepada publik,” ujar dia.
Di tengah ketegangan perdagangan komoditas sawit antara para negara produsen dan Uni Eropa, Arie mengatakan Greenpeace Indonesia akan terus melakukan kampanye untuk mendorong transformasi tata kelola sawit yang berkelanjutan.