EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, koordinasi antarkementerian ekonomi masih menjadi pekerjaan rumah untuk pemerintahan Indonesia saat ini. Oleh karena itu, sering kali muncul sejumlah menteri yang beda pendapat hingga di depan umum. Hal ini dapat berdampak pada tidak sinkronnya kebijakan yang berpotensi menghalangi calon investor menanamkan modal.
Piter menjelaskan, struktur dan jumlah menteri sebenarnya tidak menjadi masalah dalam suatu kabinet pemerintahan. Terpenting, koordinasi dan sinergi antarkementerian berjalan demi kepentingan publik. "Programnya juga harus jelas dan saling mendukung," tuturnya saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (17/4).
Piter menambahkan, asumsi kemenangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin menang dan tidak terganggu oleh gugatan hukum, mereka harus menata ulang kabinet. Khususnya untuk Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang membutuhkan strategi besar dan kemampuan mengkoordinasikan seluruh kementerian dan lembaga. Poin ini yang selama ini terasa sebagian kelemahan di periode pertama.
Di sisi lain, beberapa menteri yang memiliki kinerja baik memang perlu dipertahankan. Piter menyebutkan, di antaranya adalah Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Selain koordinasi, kementerian perekonomian di kabinet berikutnya juga harus memiliki turunan program strategis yang jelas dan arahan detail. Hal ini berlaku untuk seluruh masalah ekonomi, terutama Current Account Deficit (CAD) atau defisit pada neraca transaksi berjalan. "Harus ada strategi yang jelas bagaimana mengatasinya," tutur Piter.
Sebelumnya, Piter menyebutkan bahwa CAD merupakan penyakit menahun Indonesia yang belum dapat diselesaikan oleh pemerintah sejak 2011. Dampaknya adalah struktur ekonomi Indonesia yang lemah, terutama dari segi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Menurut Piter, upaya yang dilakukan pemerintah selama ini hanya bersifat 'menambal', bukan mengatasi akar permasalahan. Pemerintah hanya mengandalkan investasi dalam bentuk portofolio yang cenderung rentan apabila terjadi permasalahan di tingkat global. "Modal asing dalam portofolio itu mudah 'lari' ke luar negeri," ujarnya ketika dikonfirmasi Republika, Kamis (11/4).