EKBIS.CO, JAKARTA -- Utang pemerintah pusat pada Maret 2019 mencapai Rp 4.567 triliun atau 30 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut naik Rp 1 triliun dibanding dengan Februari 2019, yakni Rp 4.566 triliun.
Apabila dibanding dengan Maret 2018, utang pemerintah pusat naik Rp 431 triliun atau 10,41 persen. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman menjelaskan, posisi utang per akhir kuartal pertama ini masih lebih rendah seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003.
"Masih setengah dari batas maksimum, 60 persen," tuturnya dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Senin (22/4).
Luky menambahkan, pemerintah secara konsisten melakukan pengelolaan utang yang prudent dan produktif. Antara lain, menjaga rasio utang dalam batas aman, meningkatkan efisiensi atas pengelolaan utang, mendorong pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif dan menjaga keseimbangan pengelolaan utang.
Dalam laporan APBN terbaru Kemenkeu, realisasi pembiayaan yang dilakukan pemerintah sampai Maret 2019 adalah Rp 177,45 triliun. Terutama, bersumber dari pembiayaan utang yaitu Rp 177,86 triliun atau sekitar 49,51 persen.
Realisasi pembiayaan utang tersebut terdiri dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) (neto) sebesar Rp 185,83 triliun dan pinjaman (neto) sebesar negatif Rp 7,97 triliun. "Pemerintah menerapkan strategi frontloading penerbitan SBN dengan memanfaatkan likuiditas awal tahun dan tingginya minat investor," kata Luky.
Seperti kondisi bulan Februari, realisasi SBN pada Maret 2019 masih lebih tinggi dibanding dengan penerbitan pada periode yang sama pada tahun 2018. Kondisi pasar yang semakin kondusif terhadap SBN serta semakin tertariknya masyarakat dalam negeri serta asing untuk berinvestasi ke dalam SBN merupakan faktor pendukung tercapainya realisasi SBN pada Maret 2019.
Meski minat SBN semakin tinggi, pemerintah menerbitkan SBN secara berhati-hati dan terukur. Sebab, bagaimanapun, SBN merupakan utang yang mengandung risiko dan biaya.
"Pemerintah berkomitmen, tiap rupiah uang yang dikeluarkan investor untuk membeli SBN dapat dipertanggungjawabkan oleh pemerintah," ujar Luky.
Selama ini, pemerintah menerapkan strategi pembiayaan melalui SBN dengan menerbitkan jenis SBN retail. Khususnya dalam bentuk tabungan atau surat berharga yang tidak diperdagangkan di pasar sekunder. Baik untuk SBN konvensional, yakni Saving Bond Ritel (SBR) maupun SBN Syariah, yakni Sukuk Tabungan (ST).