EKBIS.CO, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menyatakan, defisit transaksi berjalan atau CAD diprediksi akan mengalami penurunan. Hal itu karena kondisi Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal pertama tahun 2019 yang akan mengalami surplus.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, NPI kurtal pertama 2019 diperkirakan akan surplus karena adanya perbaikan pada sektor neraca perdagangan barang. Pada Januari 2019, neraca perdagangan tercatat defisit 1,06 miliar dolar AS. Namun, memasuki Februari-Maret, neraca dagang mengalami perbaikan dengan mencatat surplus masing-masing sebesar 330 juta dolar AS dan 540 juta dolar AS.
Perry mengatakan, kondisi itu karena adanya penurunan defisit perdagagan migas serta peningkatan kegiatan ekspor perdagangan nonmigas. Sementara itu, di sektor portofolio, Indonesia mendapatkan aliran modal asing sebesar 5,5 milar dolar AS. Dua sektor itu diyakini memacu NPI Indonesia berada pada posisi yang surplus.
“Neraca Pembayaran Indonesia pada kuartal pertama 2019 diperkirakan mengalami surplus sehingga menopang upaya untuk memperkuat stabilitas eksternal ekonomi Indonesia,” kata Perry di Gedung BI, Jakarta Pusat, Kamis (25/4).
Perry mengatakan, berkat perdagangan barang serta masuknya aliran modal di sektor portofolio, Bank Indonesia saat ini memiliki cadangan devisa sebesar 124,5 miliar dolar AS. Devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7 bulan impor atau 6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Lebih lanjut, NPI yang surplus diyakini akan ikut menurunkan laju defisit transaksi berjalan. “Kita terus memperkuat ekspor, mengendalikan impor, termasuk peningkatan kinerja sektor pariwisata sehingga CAD kita diupayakan menuju kisaran 2,5 persen. Bulan Mei akan kita umumkan kondisi CAD kita” ujar dia.
Sebagaimana diketahui, laju CAD selama 2018 menunjukkan tren yang memburuk. Hingga akhir tahun lalu, CAD mencapai 2,98 persen dari total produk domestik bruto atau senilai 31,1 miliar dolar AS. Khusus kuartal keempat 2018, CAD bahkan menembus 3,57 persen, naik dibanding kuartal ketiga sebesar 3,28 persen.
Namun, Perry mengatakan, pada kuartal kedua 2019, CAD diprediksi akan mengalami peningkatan dibanding kuartal pertama. Meski begitu, Perry menegaskan, hal itu bukan diakibatkan memburuknya neraca perdagangan dan neraca modal di sektor portofolio, melainkan kuartal kedua setiap tahunnya merupakan periode untuk pembayaran bunga dan dividen dari Surat Berhaga Negara (SBN) yang dibeli investor.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, CAD pada kuartal pertama tahun ini memang akan lebih baik dibanding kuartal keempat maupun kuartal pertama 2018. Namun, kata Peter, perbaikan kali ini karena besaran CAD tahun lalu yang terlalu besar.
“Tentu akan lebih baik dari tahun lalu karena memang CAD tahun 2018 yang buruk,” kata Piter. Ia menambahkan, meskipun neraca perdagangan kuartal pertama tahun ini mengalami surplus selama dua bulan berturut-turut, akan tetapi jika diakumulasikan tetap mengelami defisit. Yakni sebesar 190 juta dolar AS.
Piter memperkirakan, laju CAD pada kuartal pertama tahun ini akan berada di kisaran 7 miliar-8 miliar dolar AS.
Ia mengatakan, komponen CAD terdiri atas neraca perdagangan, neraca jasa, neraca pendapatan primer, dan neraca pendapatan sekunder. Dari keempat neraca itu, kinerja surplus biasanya terdapat pada neraca perdagangan dan neraca pendapatan sekunder. Sementara, neraca jasa dan pendapatan primer selalu negatif atau defisit.
Namun, menurut Piter, neraca perdagangan yang cukup memiliki kontribusi besar terhadap kondisi CAD. Sebab, berkaca dari tahun lalu, CAD membengkak akibat neraca dagang Indonesia yang kerap kali defisit.
Sementara, di kuartal kedua tahun ini, Piter memperkirakan CAD akan lebih tinggi daripada kuartal sebelumnya. Hal itu, terutama dipicu oleh kenaikan impor bahan pangan untuk mengamankan kebutuhan dalam negeri disaat bulan Ramadhan.