EKBIS.CO, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menyatakan tengah menyiapkan database kapal perikanan nelayan di Indonesia. Pembuatan database itu sebagai solusi atas masalah sulitnya pengurusan perizinan kapal yang selalu dikeluhkan nelayan.
Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa, Kemenko Kemaritiman, Agus Kuswandono, mengatakan, persoalan pengurusan izin kapal perikanan menjadi masalah struktural yang mesti diatasi segera.
Nelayan sebagai salah satu profesi yang banyak ditekuni oleh masyarakat pesisir perlu perhatian agar dapat terus menghidup diri dan keluarga. Profesi nelayan, kata Agus, juga menjadi salah satu profesi yang potensial di Indonesia dengan keberadaan sumber daya laut yang luas.
“Semua kapal perikanan yang ada saat ini jumlahnya sekitar 550 ribu unit se-Indonesia. Ini harus kita masukkan ke dalam databse nasional supaya nanti tidak ada lagi mereka memohon-mohon perizinan yang membuat mereka kesulitan,” kata Agung di Jakarta, Kamis (2/5).
Agung belum menjelaskan lebih lanjut perihal teknis database tersebut. Namun, ia mengatakan, dari databse tersebut pemerintah langsung dapat memonitor hasil perikanan secara berkala. Database itu nantinya juga akan dikelola bekerja sama dengan pemerintah daerah.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan, mayoritas nelayan dengan kapal tangkap berkapasitas di bawah 10 gross ton (GT) belum terdaftar. Hal itu diakibatkan oleh minimnya akses dan pengetahuan nelayan di sentra-sentra perikanan Indonesia.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Zulficar Mochtar, menjelaskan, saat ini dari sekitar hampir 600 ribu unit kapal perikanan, sebanyak 89 persen atau sekitar 500 unit kapal berukuran kurang dari 10 GT. Kepemilikan kapal-kapal itu didominasi oleh nelayan kecil.
“Mayoritas dari kapal kecil itu belum terdaftar,” kata Zulficar.
Zulficar menerangkan, sejak November 2014, pemerintah memutuskan untuk membebaskan perizinan Perikanan Tangkap dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Kapal kecil di bawah 10 GT hanya diwajibkan untuk mengurus pendaftaran kapal dan surat kepelautan bagi nelayan. Sebab, itu berkaitan dengan kelaikan dan keselamatan nelayan ketika melaut.
Pendataan kapal juga sebagai bukti bahwa kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan nelayan bukan dari kegiatan penangkapan ilegal. Di sisi lain, negara-negara tujuan ekspor perikanan dari Indonesia pun telah mensyaratkan bahwa hasil tangkapan tidak ilegal.
Namun, ia mengakui, perizinan tersebut masih menjadi kendala para nelayan karena proses pengurusan yang dinilai berbelit oleh para nelayan. Selain itu, para nelayan kecil sejak dahulu sudah terbiasa melaut untuk menagkap ikan tanpa surat dan dokumen. Negara akan merugi jika kegiatan nelayan saat ini tidak ditata dengan baik.
Lebih lanjut, kata dia, adanya surat izin pendaftaran kapal juga akan mempermudah semua pihak jika terjadi kecelakaan sewaktu-waktu. “Ini harus ditertibkan. Terus terang, mengurus ratusan ribu kapal dengan kultur dan karakteristik yang beda-beda di setiap daerah butuh kesabaran yang penuh,” ujar Zulficar.
Pada Maret 2019, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan menandatangani perjanjian kerja sama tentang pelayanan status hukum kapal penangkap ikan dan kepelautan.
Zulficar berharap, adanya kerja sama tersebut diharapkan dapat mempermudah nelayan dalam mengurus pendaftaran kapal. KKP dan Kemenhub akan bersinergi dan menerapkan sistem jemput bola ke sentra-sentra nelayan.
Ia mengklaim, pengurusan pendaftaran kapal dan surat kepelautan juga tidak akan memakan waktu lama. Sasaran kerja sama tersebut juga ditujukan untuk para nelayan dengan kapasitas kapal diatas 10 GT. Khususnya untuk pengurusan Pas Kecil, Surat Ukut, Grosse Akta, Izin Buku Kapal Perikanan dan Bukti Pencatatan Kapal Perikanan, SIUP, dan SIPI yang merupakan sertifikasi kepelautan nelayan.